PEMALANG - Sebagai langkah lanjutan dalam upaya menekan angka perkawinan usia anak, Kabid PPPA Dinas Sosial KBPP Kabupaten Pemalang Triyanto Yuliharso mengatakan akan terus menggelar kegiatan edukasi dan konseling melalui Puspaga. Layanan Konseling Puspaga setiap Kamis, layanan kontak perasaan (konseling online), Program kelas Puspaga yang diadakan setiap Sabtu malam dan Podcast Puspaga Corner diharapkan dapat menjadi sarana diskusi dan pendampingan bagi keluarga dalam mencegah pernikahan anak.
Dengan adanya sosialisasi ini, diharapkan seluruh elemen masyarakat, termasuk keluarga dan pemangku kebijakan, dapat bekerja sama dalam upaya menurunkan angka perkawinan usia anak di Kabupaten Pemalang demi masa depan anak-anak yang lebih cerah.
Dalam hal ini upaya menekan angka perkawinan usia anak yang masih tinggi, Dinas Sosial (Dinsos) KBPP Kabupaten Pemalang menggelar kegiatan Sosialisasi Pencegahan Perkawinan Usia Anak Tahun 2025 di Aula Sasana Bhakti Praja Pemalang, Selasa (4/3/2025). Kegiatan ini dihadiri oleh 65 peserta, terdiri dari kader Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) serta perwakilan instansi terkait.
Kepala Puskesmas Kebondalem sekaligus Ketua TP PKK Kabupaten Pemalang dr. Noor Fauziah Maenofie dalam sambutannya menyoroti dampak negatif perkawinan anak, termasuk meningkatnya risiko stunting akibat kehamilan dini. Ia juga menegaskan pentingnya pemenuhan hak-hak anak serta menginformasikan bahwa layanan konseling Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) tersedia setiap Kamis untuk memberikan dukungan kepada masyarakat.
Sementara itu Kepala Dinsos KBPP Kabupaten Pemalang Mu’minun menekankan bahwa angka kekerasan seksual di Kabupaten Pemalang masih tinggi, dan menjadi salah satu faktor pemicu perkawinan usia anak. Oleh karena itu, layanan konseling di Puspaga akan terus dikembangkan untuk membantu menekan angka perkawinan dini dan memberikan pendampingan bagi korban.
Sosialisasi ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Wakil Ketua Pengadilan Agama Pemalang H. Fahmi R, serta Kasi Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Pemalang Remanto.
H. Fahmi R menjelaskan tentang dispensasi kawin, dasar hukum, serta dampak perkawinan dini. Ia menegaskan bahwa sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, batas usia minimal pernikahan adalah 19 tahun. Jika ada calon pengantin yang belum memenuhi usia tersebut, orang tua dapat mengajukan dispensasi ke pengadilan dengan alasan yang sangat mendesak dan bukti pendukung yang cukup.
Sementara itu, Remanto menyoroti pentingnya pencatatan perkawinan dan akibat hukum dari pernikahan yang tidak tercatat. Ia juga mengungkapkan bahwa angka pernikahan usia anak di Pemalang masih tinggi, yang berkontribusi pada meningkatnya angka perceraian. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara berbagai pihak untuk mengatasi permasalahan ini.
Dalam sesi diskusi, peserta aktif mengajukan pertanyaan terkait kebijakan dispensasi kawin dan dampaknya. Salah satu pertanyaan menarik datang dari Kader PPA Desa Kandang Heni Widyawati. Ia mempertanyakan alasan masih banyaknya dispensasi yang disetujui setiap tahun. Menanggapi hal ini, H. Fahmi R menjelaskan bahwa Undang-Undang sendiri memberikan celah bagi dispensasi kawin dengan syarat adanya alasan mendesak, seperti kehamilan di luar nikah.
Mihandayani, peserta dari Ulujami, juga menanyakan solusi bagi anak yang hamil di luar nikah tetapi belum memenuhi usia pernikahan. Narasumber menegaskan pentingnya pendekatan berbasis pendidikan moral dan agama, serta perlunya dukungan pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko pernikahan dini.
(Eko B Art)