-->
  • Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kab. Banyuasin

    Oku Selatan

    Sports

    Mengkaji Sistem Administrasi Pemerintah "Menutup Celah Korupsi" Untuk Indonesia Yang Lebih Cerah

    Sunday, January 19, 2025, 18:20 WIB Last Updated 2025-01-19T11:20:07Z

     





    PEMALANG  - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berfungsi sebagai lembaga yang bertugas menegakkan hukum, menjaga integritas bangsa, dan memenuhi harapan masyarakat terhadap pemerintahan yang bersih.


    Dalam semangat untuk membangun tata kelola negara yang bebas dari korupsi, KPK tidak hanya berfungsi sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai arsitek perubahan yang membawa “terang” dalam sistem pemerintahan.



    Berlandaskan amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, pasal 6 huruf c, KPK mendapatkan tugas untuk memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara. Melalui pasal 9, KPK berwenang melakukan kajian terhadap sistem administrasi di semua lembaga negara dan pemerintahan, memberikan saran perubahan ketika ditemukan potensi korupsi, serta tak ragu untuk membawa laporan ke Presiden, DPR RI, dan BPK RI jika saran tersebut diabaikan.



    Melansir dari Narasi PENCEGAHAN KORUPSI KPK "Langkah Sunyi, Menutup Celah Korupsi" yang bersumber dari Booklet Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK RI. 


    Dinyatakan bahwa Perbaikan sistem yang dilakukan KPK menjadi wujud nyata dari perjuangan ideologi anti korupsi: -Bangsa yang kuat adalah bangsa yang transparan, akuntabel, dan berintegritas.


     Dalam setiap langkahnya,KPK membawa visi Indonesia yang merdeka dari belenggu korupsi,

    demi masa depan yang lebih cerah dan bermartabat.



    Dampaknya dapat dirasakan secara nyata di berbagai sektor. Langkah pencegahan korupsi oleh KPK telah membuat sistem administrasi menjadi lebih rapi, lebih transparan, dan pastinya lebih berpihak pada rakyat.


    Perbaikan sistem yang dilakukan KPK adalah wujud nyata dari perjuangan ideologi antikorupsi, bahwa bangsa yang kuat adalah bangsa yang transparan, akuntabel dan berintegritas.



    Mari kita lihat pada "Sektor Pendidikan".

    -Transparansi sistem Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) jalur mandiri menjadi langkah maju KPK untuk

    pendidikan yang lebih bersih.

     Melalui rekomendasi KPK, telah terbit Permendikbud Nomor

    62 Tahun 2023 yang mewajibkan pencantuman kriteria kelulusan, pembuatan sistem otomasi penentuan kelulusan, sampai larangan besaran sumbangan untuk menjadi penentu kelulusan.


    KPK juga meminta ada saluran pengaduan dan perbaikan database PD Dikti agar pengawasan proses penerimaan

    mahasiswa baru (PMB) bisa lebih terkontrol.



    Langkah-langkah ini membuktikan, KPK tak cuma “bermain” disektor penegakan hukum.

    KPK juga menjadi faktor penting dalam menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih transparan, adil, dan bebas korupsi.




    Menyingkap Ketimpangan dan

    Peluang:

    Reformasi Pendanaan Pendidikan Tinggi di Indonesia. 

    Pendidikan merupakan hak fundamental yang dijamin oleh UUD 1945, sebagaimana tertuang pada pasal 31 ayat (4) yang mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN/ APBD.


    Namun, realisasi pada 2023, anggaran pendidikan hanya mencapai 16%, dengan 4% sisanya menjadi cadangan pendidikan yang penyerapannya hanya 2,2%.



    Ketimpangan dalam distribusi anggaran juga menjadi sorotan. Rata-rata bantuan operasional per mahasiswa di Perguruan Tinggi Kementerian Lain (PTKL) sebesar Rp. 2,8 juta per semester.

    Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan PTN dengan Rp1,6 juta dan PTKIN yang hanya Rp 441 ribu. 

    Ketidak seimbangan ini menghambat pemerataan kualitas pendidikan dan memaksa beberapa perguruan tinggi mengandalkan penerimaan mahasiswa jalur mandiri. Padahal, dalam

    praktiknya, jalur mandiri ini rawan korupsi, seperti kasus suap di Universitas Lampung yang mencapai lebih dari Rp.6,9 miliar selama periode 2020-2022.



    Selain itu, pengelolaan dana abadi pendidikan, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) juga mengundang perhatian. Meskipun pada

    2023 telah mencapai Rp. 111,1 triliun, dana tersebut hanya digunakan dari hasil pengembangannya.



    Sementara, pokok dana terus dipupuk setiap tahun, termasuk Rp.15 triliun pada 2024.

    Hal ini menunjukkan potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk menutup kekurangan pendanaan disektor

    pendidikan tinggi.



    Ironisnya, sejumlah anggaran

    pendidikan dialokasikan untuk belanja kementerian atau lembaga lain yang kurang

    relevan, seperti pengadaan alat untuk Polri, BIN, dan Badiklat, dengan angka total mencapai Rp. 1,5 triliun.



    Ketidak optimalan ini mengisyaratkan perlunya

    reformasi dalam pengelolaan anggaran pendidikan, baik melalui alokasi yang lebih adil maupun optimalisasi penggunaan dana abadi.


    Tujuannya adalah untuk memastikan keberlanjutan dan peningkatan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.



    Menindaklanjuti hal ini, KPK memberikan rekomendasi kepada stakeholders terkait, yakni:

    1. Implementasi Regulasi Penyelenggaraan

    Pendidikan Tinggi

    Kementerian Pendidikan Tinggi, Keuangan,PPN/

    Bappenas, dan Agama perlu segera menerapkan

    PP No. 57/2022 agar pendanaan dan pengelolaan perguruan tinggi oleh kementerian/lembaga lain berjalan efektif dan adil.

    2. optimalisasi Dana Abadi Pendidikan Pemupukan tahunan dana abadi pendidikan

    LPDP dihentikan, lalu dialihkan untuk kebutuhan pendidikan tinggi lainnya. Sementara, program layanan dan operasional LPDP tetap dibiayai dari hasil pengembangan dana yang telah terkumpul.

    (Eko B Art).

    Komentar

    Tampilkan