Aksi ini berlangsung panas dengan massa melakukan pembakaran ban di depan pintu gerbang PT Asahimas dan mendorong pagar. Hal ini dipicu karena pihak PT Asahimas tidak memberikan kesempatan kepada massa untuk bertemu dan bermediasi.
Marto, Koordinator Lapangan (Korlap) PGSB, menyatakan bahwa perjuangan mereka belum akan berhenti hingga tuntutan mereka dipenuhi."Langkah-langkah sudah ditempuh oleh PGSB dan masyarakat Gunung Sugih. Kami akan terus melakukan aksi berikutnya jika Asahimas tidak menunjukkan itikad baik," ujarnya.
Menurut Marto, aksi ini dilatarbelakangi ketidakpuasan terhadap pengelolaan CSR (Corporate Social Responsibility) PT Asahimas yang dinilai tidak menyentuh langsung masyarakat terdampak.
"Sepengetahuan saya, CSR dari Asahimas itu nol besar. Yang mereka lakukan hanya formalitas, seperti acara ulang tahun setahun sekali," tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa pengusaha lokal di Gunung Sugih tidak dilibatkan secara signifikan dalam pengelolaan limbah atau proyek lainnya, seperti di ikut sertakan suplai batu bara, garam, urea, dan kapur.
"Dari total sekitar 60 perusahaan yang bekerjasama dengan Asahimas, pengusaha lokal hanya mendapat porsi 0,3%. Kami ingin pengusaha lokal bisa berkolaborasi dan diberi ruang lebih besar," tambah Marto.
Selain masalah CSR dan keterlibatan pengusaha lokal, masyarakat juga mengeluhkan dampak polusi udara akibat aktivitas PT Asahimas.
"Bau kimia yang dihasilkan sangat mengganggu. Limbah batu bara juga mengeluarkan polusi yang berdampak langsung ke warga," katanya.
Aksi demo jilid kedua ini, menurut Marto, kembali menemui jalan buntu. Namun, ia menegaskan bahwa mereka akan terus melakukan aksi hingga tuntutan dipenuhi.
"Jika tidak ada ruang negosiasi, kami akan menggelar aksi lebih besar lagi, baik di darat maupun laut. Kami siap mengepung seluruh pintu PT Asahimas," tegasnya.
(Vie)