BIREUEN - Matahari belum sepenuhnya naik ketika langkah-langkah berat para petani terdengar di Gampong Ulee Peusong, Kecamatan Kuta Blang tanggal 23 Desember 2024
Dengan hati penuh harapan, mereka berkumpul untuk melaksanakan tradisi Khanduri Blang, sebuah ritual adat turun-temurun yang telah menjadi napas kehidupan petani Aceh. Namun, di balik semangat tradisi ini, tersimpan cerita getir perjuangan mereka dalam mempertahankan hidup di tengah keterbatasan.
Di tengah kerumunan sederhana itu, kehadiran Haji Uma, Anggota DPD RI asal Aceh, menjadi kejutan yang menyentuh hati. Sambutan hangat bercampur haru menyelimuti suasana, seolah kehadirannya membawa secercah harapan bagi masyarakat yang selama ini merasa terabaikan.
“Kami Hanya Ingin Bertani Tanpa Beban”
Dalam sambutannya, Haji Uma menyoroti tantangan besar yang dihadapi para petani saat ini, terutama terkait ketersediaan pupuk subsidi. Dengan suara berat yang menyiratkan rasa prihatin, ia mengatakan, “Petani adalah tulang punggung negeri ini. Tapi mengapa mereka masih harus bertarung dengan sulitnya mendapatkan pupuk?”
Bagi masyarakat Gampong Ulee Peusong, masalah pupuk bukanlah hal baru. Seorang petani tua bernama Pak Ismail, yang telah puluhan tahun bertani, menyeka matanya yang basah saat menceritakan kegelisahannya. “Kami ini hidup dari sawah. Tapi kalau pupuk susah didapat atau mahal, kami mau makan apa? Hasil panen makin sedikit, sementara anak-anak butuh makan dan sekolah,” ujarnya lirih.
Harapan di Tengah Keterbatasan Haji Uma dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan betapa pentingnya peran Keujreun Blang dalam memastikan distribusi pupuk yang adil. Ia berharap pemerintah dapat segera mengkaji skema yang melibatkan Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) untuk mengatasi kelangkaan pupuk di tingkat petani.
“Ini bukan hanya tentang pupuk, tetapi tentang masa depan kita. Jika petani tidak mampu bertani, apa yang akan terjadi dengan kita semua?” lanjut Haji Uma dengan suara bergetar, seolah menyelami rasa lelah dan perjuangan petani yang setiap harinya bergulat dengan alam dan kebijakan yang kadang tak berpihak.
Doa untuk Masa Depan yang Lebih Baik, Sebelum meninggalkan acara, Haji Uma bergabung dengan para tokoh masyarakat dan tengku dayah untuk memanjatkan doa bersama. Suara mereka bergema, meminta restu kepada Yang Maha Kuasa agar sawah-sawah mereka subur, hasil panen melimpah, dan keluarga mereka terhindar dari kesulitan.
Namun, bagi banyak petani, doa itu tak sekadar permohonan. Itu adalah ungkapan hati yang penuh harap, agar hidup mereka yang sederhana bisa sedikit lebih baik.
Sebuah Janji untuk Tidak Lelah Berjuang, Haji Uma menutup kunjungannya dengan pesan penuh makna, “Saya tidak datang hanya untuk berbicara. Saya datang untuk mendengar dan membawa suara kalian ke tingkat yang lebih tinggi. Percayalah, saya akan terus berjuang agar keadilan benar-benar hadir bagi petani kita.”
Sambil melangkah pergi, Haji Uma meninggalkan kesan mendalam bagi warga Ulee Peusong. Di balik senyum ramahnya, mereka melihat harapan yang selama ini seolah tenggelam dalam kepedihan.
Khanduri Blang kali ini bukan sekadar ritual adat. Ia menjadi saksi betapa beratnya perjuangan petani, namun juga menjadi pengingat bahwa mereka tidak sendirian. Di setiap doa dan tetesan air mata, ada harapan bahwa suatu hari, ladang-ladang itu akan menjadi tempat subur bagi kehidupan yang lebih baik.( Hendra)