Lahat - Aksi Unjuk Rasa (Unras) memang dihalalkan oleh Negara yang menganut sistem demokrasi, seusia dengan amanat Pasal 28F UUD 1945 yang menegaskan bahwa kebebasan berpendapat, berserikat, dan berkumpul ditetapkan dengan undang-undang. Selain itu, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia memberikan jaminan dan perlindungan terhadap kebebasan berpendapat. Kebebasan ini diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Akan tetapi bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam mewujud amanat konstitusi tersebut, hendaklah mengikuti aturan main bahwa Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pemberitahuan tersebut disampaikan selambat-lambatnya 3×24 jam sebelum kegiatan dimulai yang telah diterima oleh Polri setempat dan disampaikan oleh yang bersangkutan baik itu pemimpin atau penanggungjawab kelompok.
Berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 9/1998, Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud, harus memuat Maksud dan tujuan, Tempat, lokasi, dan rute, Waktu dan lama, Bentuk, Penanggung jawab, Nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan; alat peraga yang dipergunakan dan atau Jumlah peserta.
Ada beberapa jenis demonstrasi yang dilarang sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (Perkapolri 7/2012) yaitu Demo yang menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan, Demo di lingkungan istana kepresidenan, Demo di luar waktu yang ditentukan, Demo tanpa pemberitahuan tertulis kepada polri dan Demo yang melibatkan benda-benda yang membahayakan.
Berkaitan dengan sejumlah aturan itu, mempelajari aksi brutal massa demonstran beberapa hari lalu di pintu Gerbang Rumah Dinas Bupati Lahat bisa disebut aksi yang telah bertentangan dengan beberapa ketentuan yang telah diatur oleh Negara.
Pasalnya menurut, Ketua LSM Lapsi Lahat, M. Kodra alias Dilet didampingi Sekretarisnya Meriansyah, aksi unjuk rasa tersebut diduga tidak melayangkan Surat Pemberitahuan kepada pihak Polres Lahat dan juga Pol-PP selaku pengawal kebijakan pemerintah dan brigade terdepat dalam pengamanan situasi Bupati Lahat yang saat ini dijabat oleh Imam Pasli sebagai Penjabat (Pj) nya.
“Kemudian, adanya unsur pemaksaan masuk ke dalam halaman Rumah Dinas Bupati dengan mendobrak pagar kawat berduri yang dijaga oleh segelintir Pol-PP. Lalu adanya upaya mengotori lingkungan dengan menghambur-hamburkan sampah di gerbang Rumah Dinas Bupati Lahat, ini sangat bertentangan dengan Per kapolri nomor 7 tahun 2012”, kata Dilet.
Selanjutnya, ketika awak media berupaya melakukan konfirmasi pada Kasat-Pol. PP, Herry Kurniawan tidak memberikan jawaban. Bahkan saat dihubungi langsung via telepon, Herry tidak mau mengangkatnya.
Menurut Meriansyah, kecenderungan bahwa aksi tersebut diduga ilegal karena saat dikonfirmasi kepada pihak Sat-Pol.PP, Kasat Pol-PP. Herry Kurniawan, S. STP, M. Si tidak memberikan jawaban ketika ditanya soal Surat Pemberitahuan akan adanya aksi tersebut. Dikatakannya, pihak-pihak yang melakukan mesti disikapi secara tegas oleh pihak berwajib.
“Pertanyaannya, jika memang ada Surat Pemberitahuan pada Pemkab Lahat melalui Sat-Pol.PP, lalu mengapa pihak Pol. PP tidak mengerahkan pasukannya ke rumah dinas Bupati Lahat..?. Dan apabila tidak ada pemberitahuan, mengapa Kasat-Pol. PP enggan menjawab pertanyaan wartawan yang konfirmasi..?, apakah karena Pol. PP kecolongan..?. Hanya Herry Kurniawan, lah yang bisa menjawabnya. Apabila memang unjuk rasa itu memang sudah mengarah pada pelanggaran, maka seyogyanya pihak berwajib menindaknya sesuai aturan tugas Polri”, ungkap Meri. “, Kamis (26/9/24) malam. (Rls tim).
Hendra,.SE