-->
  • Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kominfo Nisel


    Dinkes Kab Nisel

    Sports

    Sikap PPNI Terhadap UU No 17 Tahun 2023 Dalam Tatatan Kebijakan Kesehatan

    Metronewstv.co.id
    Thursday, December 28, 2023, 18:33 WIB Last Updated 2023-12-28T11:33:35Z

    Nagekeo - Upaya pemerintah untuk menyederhanakan peraturan perundangan-undangan di Indonesia adalah dengan menerbitkan omnibus law. Produk Omnibus law yang menjadi  sorotan utama adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan. Proses perancangan undang-undang ini menimbulkan pro dan kontra terutama dari organisasi profesi kesehatan. Salah satu diantaranya adalah organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang menentang undang-undang ini dengan alasan bahwa UU Nomor 17 Tahun 2023 dinilai merugikan perjuangan PPNI yang telah diatur dalam UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan. Oleh karena itu, implementasi UU Nomor 17 Tahun 2023 dalam kebijakan kesehatan masih dihadapkan pada sejumlah tantangan. Meskipun pemerintah berupaya menyederhanakan peraturan perundang-undangan, perlawanan yang gigih dari PPNI mencerminkan ketegangan yang lebih luas dalam sektor kesehatan. Konflik ini menunjukkan perlunya dialog dan solusi kolaboratif untuk menyatukan niat legislatif dan kekhawatiran profesi guna menciptakan kerangka kebijakan kesehatan yang seimbang dan efektif bagi masa depan Indonesia.

     

    Kenapa Harus Perawat?

    Peran profesi perawat secara global sangat vital karena perawat menyumbang sekitar 80% dari total tenaga kesehatan. Hal ini mencerminkan pentingnya profesi perawat dalam memberikan layanan kesehatan yang berkualitas. Pentingnya profesi perawat diakui secara internasional, terutama mengingat laporan terjadi kolaps beberapa Rumah Sakit di berbagai negara akibat keterbatasan jumlah perawat. Peningkatan jumlah tenaga perawat  juga terjadi di Indonesia, dimana Badan Pusat Statistik (2022) mencatat pertumbuhan yang signifikan selama 5 tahun terakhir.


    Distribusi tenaga perawat di berbagai fasilitas  kesehatan di Indonesia berkisar antara 40-60% dari total tenaga kesehatan, mencerminkan peran strategis perawat dalam sistem kesehatan nasional. Kondisi ini menunjukkan perawat mempunyai kekuatan yang sangat besar baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun, penerapan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang kesehatan menimbulkan kekhawatiran serius terhadap dampaknya terhadap profesi perawat di Indonesia karena perawat merupakan profesi yang secara intermiten selama 24 jam selalu berada bersama pasien dan keluarganya. Undang-undang nomor 17 tahun 2023 ini, meskipun membawa perubahan signifikan dalam regulasi kesehatan, akan tetapi belum mengatur secara rinci mengenai tugas, tanggung jawab dan wewenang perawat, terlebih lagi terkait dengan peran organisasi profesi perawat. PPNI memiliki tanggungjawab dalam penjagaan mutu profesinya sehingga merasa perlu untuk mengawali proses dan pelaksananaan UU ini. Fokus utama dalam produk undang-undang nomor 17 tahun 2023 ini lebih menjelaskan secara umum terkait pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan dan semua unsur tenaga kesehatan termasuk tenaga medis.  


    Keberlanjutan dan kemajuan profesi perawat menjadi perhatian utama dalam menghadapi perubahan undang-undang ini. Mengingat kebutuhan mendesak akan tenaga perawat yang memadai di fasilitas kesehatan, risiko terkait ketidakjelasan peraturan dapat merugikan kesejahteraan perawat, mempengaruhi kualitas pelayanan dan pada gilirannya merugikan masyarakat secara luas.

     

    Apa yang Membedakan UU Nomor 38 Tahun 2014 Dan UU Nomor 17 Tahun 2023?


    Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit. Sehingga pelayanan Keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan pelayanan kesehatan lainnya. Dalam undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan telah memberikan otonomi kepada profesi perawat untuk mengatur praktik, tanggungjawab keperawatan dalam memberikan pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan. Selain itu, dalam undang-undang keperawatan nomor 38 tahun 2014 profesi perawat diakui eksistensinya.  


    Dalam penelitian yang dilakukan oleh Hotma P.Sibeua (2023) menjelaskan bahwa Profesi bidang kesehatan yang diakui secara otonom oleh undang-undang terdiri atas profesi kedokteran, keperawatan dan kebidanan. Ketiga profesi kesehatan memiliki asas-asas hukum yang berbeda sehingga masing-masing profesi memiliki otonomi (kemandirian) profesi. Kemandirian profesi kesehatan tersebut mengandung konsekuensi terhadap berbagai aspek keberadaan pemangku profesi kesehatan seperti kedudukan, fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab hukum pemangku profesi kesehatan. Oleh karena beberapa  profesi ini memiliki otonomi, kode etik dan tugas pokok serta fungsinya masing-masing maka semua profesi ini adalah sama dan sederajat dari sudut pandang asas persamaan hukum. Hal inilah yang melahirkan amandemen undang-undang kesehatan, undang-undang praktik kedokteran, undang-undang keperawatan dan undang-undang kebidanan serta mengatur maupun menetapkan kedudukan hukum pemangku profesi kesehatan adalah sama dan sederajat berdasarkan asas persamaan hukum. Sehingga terbitlah undang-undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan. Pasca tertibnya UU ini secara otomatis UU nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.  

     

    Gejolak dan argumentasi publik tidak mampu membatasi keinginan eksekutif dan legislatif untuk mengamandemenkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014. Melalui amendemen Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2014 mencerminkan kegigihan eksekutif dan legislatif untuk memodernisasi kerangka hukum di sektor kesehatan. Meskipun gejolak dan argumen publik tidak mampu menahan dorongan untuk merevisi undang-undang tersebut, realitas saat ini menegaskan bahwa semua pihak terkait dengan sektor kesehatan kini diharuskan tunduk pada dan mentaati landasan hukum baru yang telah ditetapkan karena rancangan kebijakan baru yang dihasilkan merupakan upaya serius untuk menyempurnakan kerangka hukum yang mengatur sektor kesehatan.  

     

    Dalam dokumen hukum terbaru ini, terdapat ketelitian dalam mengakomodasi semua elemen dan pemangku kepentingan di bidang kesehatan atau dengan kata lain dalam undang-undang kesehatan yang baru ini telah mengakomodir semua unsur dan stakeholders dalam bidang kesehatan yang meliputi hak dan kewajiban warga negara, tanggungjawab pemerintah pusat dan daerah, penyelenggaraan kesehatan, upaya kesehatan, fasilitas kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, pembekalan kesehatan, teknologi kesehatan, sitem informasi kesehatan, kejadian luar biasa dan wabah, pendanaan kesehatan, pengawasan dan partisipasi masyarakat serta penyelidikannya.


    Namun, jika diperhatikan dari perspektif keperawatan, terdapat kekosongan dalam uraian yang spesifik mengenai peran perawat. Meskipun demikian, sebagai bagian tak terpisahkan dari pelayanan kesehatan, perawat tetap memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dan besar dalam praktik keperawatan, meskipun hanya disinggung dalam 6-8 kata dalam teks undang-undang tersebut. Perlu diakui bahwa keberadaan perawat tetap menjadi elemen integral dalam penyelenggaraan layanan kesehatan dan praktik keperawatan.


    Dilaporkan pula bahwa di beberapa negara maju profesi perawat merupakan profesi dengan tingkat kepercayaan paling tinggi secara etika profesi. Hal ini juga menggambarkan bahwa eksistensi perawat diakui dalam pelayanan kesehatan. selain itu, dalam undang-undang nomor 17 tahun 2023 ini juga memberikan peluang yang besar kepada perawat untuk menduduki unsur pimpinan rumah sakit.  


    Sikap PPNI Pasca Terbitnya UU Nomor 17 Tahun 2023 Sejak beberapa waktu lalu, Organisasi Profesi Perawat Nasional Indonesia telah menunjukkan ketegasannya dalam menolak Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023. Upaya konsistennya mencapai puncak dengan pengajuan judicial review bersama beberapa organisasi profesi lainnya ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Alasan utama di balik langkah ini adalah pencabutan UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan. Proses perjuangan untuk UU keperawatan telah menemui berbagai tantangan sejak tahun 1974 dan akhirnya disahkan pada tahun 2014. PPNI merasa bahwa proses panjang ini harus diakui dan dihargai. Namun, dalam pengambilan keputusan tersebut, organisasi PPNI merasa tidak pernah diikutsertakan sebagai peserta yang signifikan (meaningfull participant) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang. Pihak eksekutif menyatakan bahwa proses tersebut telah sesuai dengan prosedur public hearing, tetapi pandangan berbeda dikemukakan oleh PPNI. PPNI berpendapat bahwa kehadiran PPNI sebagai organisasi profesi yang mewadahi perawat, seharusnya lebih diakui daripada hanya melalui public hearing.


    Selain itu, UU tersebut dianggap diskriminatif karena membedakan antara tenaga medis dan tenaga kesehatan tanpa menunjukkan lex specialis. Kompleksitas UU Nomor 38 Tahun 2014 dalam mengatur profesi keperawatan menjadi sorotan. Namun, di beberapa negara di Asia seperti Korea, upaya untuk mendorong terciptanya UU keperawatan terus berlangsung. Ini menimbulkan pertanyaan mengapa Indonesia memutuskan untuk mencabut UU keperawatan, sementara negara lain justru berusaha keras untuk merumuskannya.


    PPNI dengan tegas menyampaikan bahwa harapannya adalah Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan permohonan judicial review, sehingga UU Nomor 38 tentang keperawatan dapat hidup kembali. Dalam pandangan PPNI, pencabutan UU tersebut memberikan dampak besar pada pengaturan profesi keperawatan di Indonesia. PPNI memandang bahwa pencabutan UU tersebut bukan sekadar mengubah regulasi, tetapi memiliki dampak mendalam pada profesi keperawatan di Indonesia. Namun, jika permohonan ini tidak diterima, PPNI telah menyiapkan strategi alternatif berupa pengajuan review formil. Strategi ini bertujuan untuk mendiskusikan setiap pasal krusial sehingga peraturan turunan dari UU ini dapat dibahas sedemikian rupa untuk lebih memperhatikan dan mengakomodir kebutuhan spesifik dari profesi keperawatan. Jika langkah ini pun tetap tidak diindahkan oleh MK, maka PPNI akan menyusun RUU keperawatan yang baru. Meskipun prosesnya lama, tidak menjadi persoalan bagi PPNI.  


    Dengan demikian, PPNI tidak hanya menunjukkan sikap penolakan terhadap pencabutan UU keperawatan tetapi juga secara aktif mencari solusi hukum untuk memastikan perlindungan dan pengakuan yang layak bagi profesi perawat di Indonesia. Langkah-langkah ini mencerminkan perjuangan PPNI dalam memastikan bahwa hak dan kepentingan para perawat dihormati dan diakui dalam kerangka hukum yang lebih luas di indonesia.

     

    Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan penjelasan pada masalah tersebut, maka penulis menawarkan beberapa rekomendasi kebijakan yang sekiranya mampu dilaksanakan. Pertama: diharapkan kepada MK agar segera memberikan kepastian sehingga organisasi PPNI juga segera mengambil sikap dan mengkawal proses-proses selanjutnya. Kedua: perlu adanya rapat koordinasi dan dengar pendapat antara pemerintah, legislatif dan PPNI untuk mengklarifikasi secara terbuka terkait polemik pasca terbitnya UU nomor 17 tahun 2023. Ketiga: perlu pertimbangan kembali untuk mengaktifkan kembali UU nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan mengingat jumlah perawat yang sangat banyak sehingga harus diberi otonomi untuk mengatur sendiri profesinya dengan melibatkan semua unsur terkait. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Berlianti, Purwanto (2023) yang menjelaskan bahwa perawat seharusnya hanya melakukan tindakan asuhan keperawatan sesuai Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan dan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan yang mengharuskan perawat melakukan tugasnya dengan dibekali oleh surat tanda registrasi perawat dan surat ijin praktik perawat.


    (Ns. Yuvensius Pili, S.Kep)

    Komentar

    Tampilkan