Abdi Wael: Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Iqra Buru, Jln Kampus Universitas Iqra Buru-Namlea |
Dapun permasalahan mitra yaitu, kurangnya pengetahuan tentang inovasi olahan olahan tepung sagu menjadi menjadi produk konsumsi mempuyai varian rasa serta belum meiliki peralatan dan yang memadai untuk mendukung pelaksanaan kegiatan, juga teknik pengolahan, cara berwirausaha serta sistem-sistem pemasaranyang dapat meningkatkan nilai ekonomis.
Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah memperkenalkan kepada masyarakat tentang keterampilan Inovasi dalam berwirausaha yang berorientasi ke arah pengembangan, pemberdayaan dan peningkatan perekonomian, melalui pemanfaatan Zakat Mualaf terhadap ini untuk mencapai target luaran dengan sasaran pelaksanaan memberdayakan kelompok usaha, mengembangkan keterampilan bisnis dan berwirausaha disamping itu untuk meningkatkan nilai ekonomi melalui pendapaan penjualanhasil olahan Tepung Sagu. Dari inovasi produk Roti Penakuk ini akan dibuat lebel menarik pada kemasan produk dan akan dilakukan promosi dengan memasang iklan spanduk didepan rumah mitra dan juga kelompok usaha.
Lolongguba is the second largest sago producing sub-district in Buru Regency after Teluk Kayeli Sub-district, which has a sago area with a production of 16 tons of sago flour per month. Lolongguba District, which is the center for processing and producing sago, is Kubalahin Village, the majority of whose population are Muslim converts who have converted to Islam since 2009 and earn their living as gardeners and sago farmers.
Baca juga: Gubernur NTT Hadir dalam Acara Penyerahan Reward Peringkat l ABG Kompetisi Internasional Matematika
The partner's problem is the lack of knowledge about innovations in processing sago flour into a consumer product with various flavors and not having adequate equipment and equipment to support the implementation of activities, as well as processing techniques, entrepreneurship methods and marketing systems that can increase economic value. The aim of community service activities is to introduce the community to innovation skills in entrepreneurship which are oriented towards development, empowerment and improving the economy, through the use of Mualaf Zakat towards this to achieve output targets with the implementation target of empowering business groups, developing business and entrepreneurship skills besides that. to increase economic value through income from sales of processed Sago Flour products.
From this Penakuk Roti product innovation, attractive labels
will be made on the product packaging and promotions will be carried out by placing
banner advertisements in front of partners' houses and also business groups.
PENDAHULUAN
Sagu (Metroxylon) merupakan kmoditas tanaman pangan sumber karbohidrat
sangat potensial di Indonesia. Indonesia menmiliki area sagu terluas di dunia, diikuti
oleh Papua Nugini. Sagu juga memiliki nilai budaya sebagai salah-satu kearifan lokal
dalam masyarakat tradisional yang senantiasa dipertahankan secara turun temurun.
Sagu juga memiliki peran dan fungsi sebagai pengatur dan pengikat kelompok masyarakat
berdasarkan keragaman budaya dan kearifan lokan yang terbentuk malalui pengalaman
yang panjang sehingga tetap terjaga kearifan lokalnya
Tanaman sagu secara taksonomi masuk ke dalam ordo Spadiciflora,
family, falmae, genus, metroxylon spp. Kata metroxylon beraal dari bahasa Yunani,
yaitu metro berarti isi batang dan xylon yang berarti xylem (Tenda, 2005). Menurut
Bintoro (2014) sagu dari ganus metroxylon dapat digolongkan kedalam dua golongan
besar. Prtama, sagu yang berbunga dan berbuah dua kali (Pleomanthic) dengan kandungan
Pati rendah, dan yang ke dua, tanaman sagu yang berbunga dan berbuah sekali (Hepaxanhic)
yang mempunyai kandungan Pati tinggi sehingga bernilai ekonomi untuk diusahakan.
Masyarakat asli Maluku sudah mulai menyukai beras sebagai makanan
pokok sehingga hutan sagu yang sangat luas, khususnya di pulau Buru luas (7,40 ha)
tidak lagi dimanfaatkan optimal untuk ketahanan pangan. Pada umumnya penanganan
pascapanen pangan pokok lokal seperti sagu, sabegian masih dilakukan secara tradisional
dan sebagian lagi telah menggunakan peralatan ternologi, seperti mesin pemarut.
Baca juga : Media Patnership Jalin Kerjasama Pada Kegiatan Bidang Publikasi Pendidikan Tingkat SMP Negeri Empat Lawang
Lolongguba adalah kecamatan penghasil sagu terbesar ke 2 di Kabupaten
Buru setelah Kecamatan Teluk Kayeli, yang memiliki luas areal sagu sekitar 7,40
hektar dengan produksi 23 ton tepung sagu di tahun 2023. Lolongguba merupakan salah
satu kecamatan yang ada di Kabupaten Buru yang memiliki luas wilayah 703,5 km2 yang
letaknya berbatasan langsung dengan Kecamatan Waelatandan Kecamatan Waeapo dengan
jumlah penduduk 11,960 jiwa yang memiliki enam desa dan termasuk didalamnya adalah
desa Kubalahi yang merupakandesapenghasil hutan sagu. Kubalahin merupakan desa di
Kecamatan Kubalahin yang merupakan sentra pengolahan dan penghasil sagu terbesarke
2 setelah Desa Kayeli. Masyarakat Desa Kubalahin ini mayoritas penduduknya adalahkaummualafdenganbermata
pencaharian sebagai petani sagu karena penyebaran sagu di desa ini masih tersedia
dalam jumlah yang cukup banyak di bandingkan dari desa lainnya.
Pati sagu diolah menjadi produk makanan lokal tradisional berupa
papeda, sagu lempeng, Senoli, Tutupola, Bubur Ne, termaksud Roti Penakuk (Jepa)
yang sedang dikembangkan melalui PKM ini, tujuanya untuk memenuhi kebutuhan kelompok
keluarga, rumah tangga dan masyarakat luas yang ada di kabupaten buru. Maka untuk
melestarikan kearifan lokal dan mengembalikan popularitas pangan lokal tersebut
perlu dilakukan diversivikasi produk yang sesuai dengan perkembangan jaman, misalnya
pembuatan Mie dari pati sagu, Bagea dan aneka kue dan lain sebagainya (Rasyid Besan,
20223). Potensi unggulan Desa Kubalahindimana terdapat hutan sagu yang tumbuh secara
alami atau merupakan perkebunan sagu yang tidak dibudidayakan yang dimanfaatkan
oleh masyarakat hanya untuk kegiatan-kegiatan tertentu, seperti pesta adat dan acara
ulan tahun kabupaten.
Pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat (PKM) ini dimaksudkan
untuk membantu mitra, yaitu masyarakat Desa Kubalahin dalam mengoptimalkan potensi
sumber daya alam berupa tanaman sagu, diolah menjadi tepung, memiliki kandungan
karbohidratserta memiliki nilai ekonomis karena sagu menjdi makanan pokok masyarakat
asli pulau buru. Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan kelompok Mitra,
persoalan prioritas yang disepakati untuk diselesaikan selama pelaksanaan Program
Pengabdian Masyarakat (PKM) ini adalah masalah menurunnya pemanfaatan sagu sebagai
bahan makanan pokok, sehingga sekitar 70% sagu tidak dipanen dan dikelolah dengan
baik oleh masyarakat atau terbuang secara Cuma-cuma. Hal ini disebabkan karena teknologi
pengolahan empulur sagu menjadi pati sagu oleh masyrakat Desa Kubalahin masih sangat
kurang, dan sebagian masih menggunakan peralatan secara tradisional sehingga pengolahanya
membutuhkan waktu dan energyyang cukup untuk menghasilkan tepung sagu, meskipun
hasilyang minim dan belum menjangkau masyarakat luas berupa permintaan pasar.
Persoalan lainnya adalah dalam pengolahan empulur pohon sagu
menghasilkan limbah batang sagu yang seharusnya dapat diolah dengan teknologi sederhana
menjadi briket sebagai sumber energy
alternative yang ramah lingkungan bagi masyarakat setempat. Selain
itu, untuk meningkatkan nilai ekonomi sagu sebagai bahan pangan lokal, perlu dilakukan
upaya menumbuhkan keterampilan dan kreativitas mitra melalui pelatihan, pendampingan
untuk membuat berbagai produk olahan makanan dari pati sagu dengan variasi bentuk
olahan, rasa dan kandungan gizi sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif usaha
dalam meningkatkan pendapatan Mitra. Tujuan kegiatan pengabdian ini adalah (1) Meningkatkan
pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan lokal pulau buru dan desa kubalahin pada
khususnya, (2) Meningkatkan kualitas pati sagu melalui teknologi pengolahan dengan
menggunakan teknologi mesin pemarut yang meksimal, (3) Menumbuhkan kreativitas dan
keterampilan mitra melalui Inovasi produk olahan pati sagu dengan cara variasi dan
perbaikan bentuk olahan, perbaikan rasa dan kandungan gizi, dan (4) Membantu mitra
dalam mengatasi masalah bahan produksi dan penyediaan teknologi pengolahan tepung
sagu. Target khusus yang ingin dicapai adalah (1) Mitra terampil dan mampu menerapkan
teknologi pengolahan pati sagu secara semi mekanis untuk meningkatkan kualitas pati
sagu, (2) Mitra dapat membuat variasi produk olahan makanan berbasis tepung sagu,
dan (3) Mitra dapat menguasai teknologi pembuatan briket dari ampas sagu, serta
(4) Menciptakan tumbuhnya industry kreatif skala kecil berbasis sumber daya alam
local
Pengabdian kepada masyarakat ini difokuskan pada kegiatan pendampingan
dan pelatihan peningkatan keterampilan Berwirausaha berbasis Inovasi melalui kegiatan
pembuatan Tepung Sagu yang dikelola menjadi Roti Penakuk sebagai produk makan atau
cemila pagi dan sore. Kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan Zakat Mualaf berupa
uang tunai untuk membeli bahan-bahan dan peralatan utama dan pendukung dalam proses
pembuatan Tepung Sagu sebagai Roti Penakuk. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk
menciptakan Interprenuer dan pengembangan wirausaha dalam meningkatkan perekonomian
kaum Mualaf serta masyarakat Desa Kubalahin pada umumnya. Sasaran kegiatan pengabdian
ini adalah melibatkan kelompok masyarakat yang tergolong Mualaf dan Mitra secara
langsung untuk memfokuskan pada pengelolaan potensi lokal desa yang ada berupa tanaman
sagu, agar dapat dilakukan Inovasi dalam berbagai jenis makanan yang salah satunya
adalah produk makanan sehari-hari yang akan dikemas segbagai usaha/bisnis dalam
rangka peningkatan perekonimian. Produk Roti Penakuk dengan kombinasi gula merah,
kelapa dan mentega (Amanda) dan campuran kayumani dengan daun pandang memberikan
varian baru dengan tampilan kearifan lokalnya, rasa Roti Penakuk (Jepa) menjadi
lebih enak dan beraroma.
Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini untuk mencapai
target luaran dengan sasaran pelaksanaan memberdayakan kelompok usaha, mengembangkan
keterampilan bisnis dan berwirausaha disamping itu untuk meningkatkan nilai ekonomi
melalui pendapaan penjualanhasil olahan Tepung Sagu. Dari inovasi produk Roti Penakuk
ini akan dibuatlebel menarik padakemasan produk dan akan dilakukan promosi dengan
memasang iklan spanduk didepan rumah mitra dan juga kelompok usaha.
Konsumsi sagu sebagai makan sehari-hari oleh masyarakat setempat
sebagian masih dikelolah secara tradisional, dan sebagian telah menggunkan teknologi
mesin pemarut sehingganberfungsi sangat maksimal. Hasil pengolahan sagu yang potensial
ini masih dibuat menjadi sagu lempengan dan belum dilakukan eksplorasi sagu untuk
dijadikan berbagai macam makanan olahan, salah satunya adalah Roti Penakuk, juga
bias dikembangkan bahan sagu menjadimakanan olahan modern berbahan sagu dengan nilai
gizi yang optimal. Produk olahan sagu memilik potensidikembangkan menjadi produk
unggulan yang bernilai tambah bagi pendapatan daerah maupun masyarakat itu sendiri.
Produk olahan sagu dikenal kaya akan karbohidrat dan sangat sedikit kandungan protei
hewani dan komponen mineral lainya, sehingga diperlukan program pengembangan inovasi
peningkatan keterampilan dan memacu perekononianmasyarakat menjadi target utama
program pengabdian.
Saat ini perkembangan pengolahan tepung sagu suda mengalami perubahan
dan perkembangan dari penggunaan alat produksi tradisional berubah menjadi pengolahan
dengan menggunakan mesin produksi yang prosesnya menghasilkan tepung sagu sangat
maksimal, meskipu ada kampong tertentu yang tidak bisa dikelola kengan menggunakan
mesin pemarut, yakni kampong Malmede Desa Kubalahin (Abd. Rasyid Besan, 2023). Pengolahan
tepung sagu di kecamatan lolongguba terdapat pada 3 desa dengan potensi tanaman
sagu sangat potensial, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya, yakni
desa kubalahi, desa wabloi dan desa baman. Desa kubalahi dengan luas wilayah tanaman
sagu terbesar dengan jumlah tanaman sagu paling banyak, namun pada sisi lain kurangya
tenaga kerja yang produktif, sehingga mempengaruhi pada hasil produksi tepung sagu
yang tidak parallel dengan jumlah tanaman sagu. Data yang diambi, didapati besaran
hasil produksi per bulan
Hanya mencapai 3 Ton, padahal ketersediaan tanaman sagu hamper
mencapai 9 ton per bulan bila dikelola secara maksimal dan berkelanjutan.Menurut
pengakuan masyarakat, minimnya hasil produksi tepung sagu disebabkan oleh dua hal,
1.Kurangnya motivasi dari masyarakat untuk mengelola secara serius dan berkesinambunagan,
2.Mininya peralatan produksi, seperti mesin pemarut yang maksimal, dan 3.Akses pemasaran
untuk meningkatkan nilai produksi yang masih terbatas.
Pengolahan Tepung sagu apabila sudah menghasilkan produksi yang
banyak merupakan peluang bagi petanisagu menjadi salah satu alternatif untuk mengantisipasi
hasil produk yang tidak dapat dipasarkan karena mutu rendah atau tidakmemenuhi standar
maka dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam hasil olahan, salah satu diantaranya
adalah Roti Penakuk (Jepa) sehingga dapat meningkatkan nilai tambah terhadap peningkatan
taraf hidup masyarakat dan kelompok yang bergerak di bidang wirausaha,disamping
itu hasil komoditi menjadi tersebut dapat menghasilkan berbagai macam produk dan
dapatmenjangkau pemasaran yang luas.
Mitra Kelompok Pengolahan Tepung Sagu menjadi Roti Penakuk (Jepa)
mempunyai peluang yang sangat tinggi, karna memiliki kualitas hasil produksi yang
ditargetkan dapat memenuhi standar pasar serta bisa melebihi bidang produksi lainya.
Pemberdayaan yang dilakukan untuk pemanfaatan Zakat Mualaf untukmodal awal pengembangan,
tujuanya adalah agar para kaum Mualaf yang telah bermigrasi ke agama Islam agar
dapat tumbuh kembang pola kehidupanya menjadi lebih baik serta menjadi penguatan
dan peningkatan Aqidah karena melalui Zakat sebagai bagian dari penguat ekonomi
syariah.
METODE
Metode Kegiatan
1. Ceramah
Metode ceramah digunakan dalam penyampaian materi-materi yang
berhubungan dengan prinsip-prinsip manajerial serta cara pengelolaankeuangan utnuk
mengembangkan wirausaha secara berkelanjutan dan jangka panjang.
2. Praktik
Metode ini dilakukan dalam bentuk pendampingan dan pelatihan
terhadap proses penentuan bahan bakun sampaipada cara-cara teknis pembuatan Roti
Penakuk.
HASIL DAN DISKUSI
Kegiatan program kemitraan masyarakat yaitu, pemanfaatan Zakat
Mualaf berbasis inovasi pembuatan tepung sagu menjadi Roti Penakuk (Jepa)sebagai
salah satu bahan makan (Cemilan) untuk membantu perekonomian keluarga dan meningkatkan
pendapatan keluarga dan masyarakatan desa kubalahin serta masyarakat pada umumnya.
Hal ini dikarenakan banyaknya tanaman sagu yang mengkasilkan tepung dalam jumlah
besar, dikelolah dengan sangat mudah karena pengetahuan masyarakat desa tersebut
memiliki pengalaman mengenai pengolahan sagu, dari mulai proses penabangan, pengupasan,
memarut, hingga menjdi tepung yang siap di olah dan dikembangkan menjadi beragam
jenis makanan keseharian.
Tnaman sagu tanpa budidaya ini tumbuh secara alami dan menyebar
pada sekitar hutah pada awasan kecamatan lolongguba desa kubalahin, jumlahnya sangat
banyak dan potensial serta kualitas tepung yang layak konsumsi ini dikelolah dengan
menggunakan peralatan tradisional dan peralatan teknologi berupa mesin pemarut,
namun masih digunakan pada orang-orang tertentu yang mempunyai mesing ecara pribadi.
Hsil produksi tepung sagu akan dikelola menjadi jenis makanan yang akan dikonsumsi
masyarakat desa kubalahin sebagi cemilan pagi dan sore, juga masyarakat umum berupa
pemasaran yang lebih luas. Pembuatan Roti Penakuk (Jepa) menjadi salah satu pilihan
Kelompok Usaha Tepung Sagu desa kubalahin ini untuk dikembangkan menjadi salah satu
pangan lokal yang popular dengan corak dan ciri khas pulau buru sebagai daerah dengan
potensi tanaman sagu terbesar di Maluku. Kegiatan ini melibatkan Kelompok Keluarga
yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang notebena adalah kaum Mualaf yang memiliki
motivasi tinggi serta mempunyai lahan tanaman sagu di desa kubalahin.
Kelompok pengolahan tepung tersebut berjumlah 8 orang dengan
melibatkan anak-anak remaja perempuan untuk saling kerja sama, baik pada prosespelaksanaan
kegiatan produksi maupun sosialisasi serta peningkatan akses pemasaran ke pasar
Induk Namlea kabupaten buru, serta promosi
Hasil produk berlebel.
1. Pertemuan dan Sosialisasi
Program PKM ini disosialisasi ke pemerintah, masyarakat di desa
kubalahin dan ke anggota kelompok produksi Roti Penakuk (Jepa) sagu yang merupakan
mitra. Tim pelaksana telah memperkenalkan program PKM ke masyarakat sasaran (anggota
mitra) dan memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga
kelompokmitra dapat memahami dengan baik agar nantinya dapat berperan aktif dalam
semua kegiatan, teruma mengenai cara pembuatan Roti Penakuk (Jepa) sesuai dengan
standar serta indikator pembuatanya.Kegiatan pengabdian ini diawali dengan sosialisasi
program kepada kelompok Mitra dan diskusi dengan unsur pemerintah untuk kesediaan
dan kesiapan serta kerjasama dalam mengembangkan usaha Tepung Sagu dengan proses
pengolahanya.
2. Pemantauan Pengolaha Tepung Sagu Empulur Sagu Menjadi Pati
Sagu
Pada umumnya pengolahan sagu dilakukan oleh masyarakat Desa Kubalahi
Kecamatan Lolongguba Kabupaten Buru, dengan lokasi areal hutan sagu yang letaknya
tidak jauh dari perkampungan yang jaraknya hanya mencapai 2,140 m dari kampong dengan
kondisi geografi dan tofografi cukup menungang, hanya dapat ditempung dengan berjalankaki
ke area hutan sagu.
Proses pengolahan empulur sagudi Desa Kubalahin dilakukan melalui
2 (dua) cara, yakni secara tradisional yang paling banyak menguras tenaga dan waktu
dalam proses pengolahan sagu adalah penghancuran empulur batang sagu dan ekstraksi
pati sagu. Menurut Hamid Besan (2023), kapasitas kerja rata-rata 3 orang pekerja
hanya dapat menokok 6 meter per hari, sehingga diperlukan waktu minimal 3 s/d 4
hari untuk menokok pohon sagu dengan tinggi 22 meter, sebagian besar waktu yang
diperlukan untuk pengolahan pati sagu tercurah untuk aktivitas menokok dan mengekstraksi
pati sagu.
Pertama. secara tradisional, penghancuran empulur sagu dilakukan
dengan menggunakan tokok (Nane), suatu alat sejenis palu yang prinsip kerjanya merupakan
kombinasi gerakan menumbuk (pounding) dan menggaru (scrapping) digunakan untuk memotong
jaringanbatang menjadi ukuran kecil sehingga partikel pati mudah terlepas. Sedangkan
ekstraksi dilakukan dengan meremasremas hasil tokokan lalu diperas dengan menggunakan
penyaring berupa kain. Peningkatan kapasitas pengolahan sagu di tingkat petani tentu
saja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki teknik yang digunakan pada semua tahapan,
terutama pada tahapan penghancuran empulur karena tahapan inilah yang paling banyak
membutuhkan tenaga kerja.
Kedua. dengan menggunakan mesin pemarut, mereka yang bekerja
lebih cepat dan epektif dengan menggunakan mesin pemarut dengan kapasitas kerja
rata-rata menyelesaikan kurang-lebih 2 pohon per hari atau sekitar 30 meter utnuk
pohon sagu yang memiliki ketinggian 15 meter.Biasanya dengan menggunakan mesin pemarut
sagu dapat menghasilkan Tepung Sagu sebesar 30 karung dalam waktu seminggu atau
sekitar 2 ton per minggu.melalui kegiatan pengabdian ini petani juga diberikan pelatihan
teknologi pengolahan empulur sagu menjadi pati sagu secara mekanis.
3. Pengadaan AlatPengolahan Tepung Sagu sebagai Roti Penakuk
(Jepa)
Pengadaan alat pengolahan tepung sagu untuk mendukung proses
pelaksanaan kegiatan sesuai kebutuhan, sasaran dan target pencapaian. Tanpa peralatan
yang lengkap akan berpengaruh pada epektifitas produksi Roti Penakuk (Jepa).
4. Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Roti Penakuk (Jepa)
Peran Mitra dalam kegiatan ini adalah membantu dalam mempersiapkan
tepung sagu yang telah disiapkan oleh Tim PKM sebagai bahan bakupembuatanRoti Penakuk
(Jepa) dengan bahan lainya seperti kelapan, dan kenari, serta mengikuti pendampinagan,
pelatihan dan pemgarahan dari awal hingga akhir. Pembuatan Roti Penakuk (Jepa) ini
diawali dengan proses penghalusan tepung sagu, kemudian dkeringkan sampai beberapa
menit agar tepung menjadi lembut dan.
Tahapan selanjutnya adalah pembuatan adonan Roti Penakuk (Jepa)
yang terdiri dari campuran tepung sagu, kelapa muda keras dan ditambahkan 2 liter
air, 1 sendok garam dan kelapa yang telah diparut,kemudian campur sampai kenyal
hingga menjadi adonan lalu dipanaskan (Goreng) selama kurang lebih 1,25 menit. Setelah
dicetak, Roti Penakukdiberi isi (Unti) dari gula areng dan kenari untuk menambah
varian rasa.
Kualitas Roti Penakuk (Jepa) juga dipengaruhi oleh konsentrasi
larutan tepung sagu yang berimbang dengan campuran kelapa, garam dan gula yang digunakan.
Menurut Wia Besan (2023), jika tepung sagu melebihi standar, maka pati bersifat
kering, kurang lekat, dan mudah menyerap air (higroskopis). Namun, ketika adonan
diaduk sampai benar-benar kenyal dan keseimbangan antara bahan-bahan baku yang digunakan,
maka akan mencapai kualitas yang sempurna.
KESIMPULAN
Kegiatan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa
kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan dapat menambah pengetahuan warga tentang
memanfaatkan limbah sagu menjadi media tumbuh jamur tiram dan pengetahuan teknologi
budidaya jamur tiram, pengolahan hasil sampai cara pemasarannya.Mitra telah terampil
dalam menerapkan teknologi pengolahan pati sagu secara semi mekanis menggunakan
mesin parut sagu sehingga meningkatkan kuantitas dan kualitas pati sagu. Mitra juga
telah mampu membuat olahan Roti Penakuk (Jepa) berbasis wirausaha dalam rangka penngkatan
perekonomian masyarakat dan keompo usaha. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan lokal Kabupaten Buru untuk mendukung
program ketahanan pangan nasional berbasis potensi lokal.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWAT, Tuhan Yang
Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya, saya dapat melaksanakan program Pengabdian
Kepada Masyarakat (PKM) dengan baik dan lancer. Oleh karna itu, saya mengucapan
terim akasih kepada :
1. Kementerian Pendididkan, dan Kebudayaab, Riset, dan Teknologi
(Kemdikbudristek) pengelola program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) sebagai penyelenggara
program PKM
2. Universitas Iqra Buru (UNIQBU) sebagai lembaga Perguruan Tinggi
yang telah menyediakan akses kepada penulis dalamproses pelaksanaan PKM.
3. LPPM Universitas Iqra Buru yang telah membentu saya dalam
menyediakan aksen dan informasi sehingga proses PKM berjalan lancer sesuai target
dan rencana.
4. Kelompok Mitra PKM sebagai sasaran proses pelaksanaan program
PKM yang ikut andil mengsukseskan program tersebut dengan baik dan maksimal.
5. Kepada semua pihak yang turut membantu saya dalam penyelesaian
program kegian PKM.
REFERENSI
Adawiyah, R & Dirgontoro, M,A. (2009) Karakteristik Produksi
dan Pendapatan Pengolahan Sagu (Metroxylon) pada Agroekologi Tanaman Sagu yang berdeda
di Kota Kendari. Penelitian Agronomi 7(2):130-138.
Bintoro,MH. 2010. Sagu dilaha Gambut. IPB Press. 168 hal
Bantacut, T. (2011). Sagu: Sumberdaya untuk Penganekaragaman
Pangan Pokok.Pangan 20(1) 27-40.
Direktirat Jendral Perkebunan. (2017). Statistik Perkebunan Indonesia2016-2018:
Sagu. Jakarta Sekretariat Direktorat JendralPerkebunan
Susanto, A.N. 2006. Potensi dan Perhitungan Luas Lahan Sagu untuk
Perencanaan Ketahanan Pangan Spesifik Lokasi di Provinsi Maluku. Prosiding Lokakarya
Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku, Ambon
Tenda, 2005. Diversity of Sago palm in Indonesia and conservation
strategy. Paper presented in The Eight International Sago Symposium, Jayapura Papua,
4 – 6 Agustus 2005.