-->
  • Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kominfo Nisel


    Dinkes Kab Nisel

    Sports

     

    Pemanfaatan Zakat Mualaf Berbasis Inovasi Tepung Sagu Sebagai Rotipenakuk di Desa Kubalahin Kabupaten Buru

    Metronewstv.co.id
    Sunday, September 17, 2023, 10:39 WIB Last Updated 2023-09-17T03:48:56Z

    Abdi Wael: Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Iqra Buru, Jln Kampus Universitas Iqra Buru-Namlea
    Kabupaten Buru, - Lolongguba adalah kecamatan penghasil sagu terbesar ke 2 di Kabupaten Buru setelah Kecamatan Teluk Kayeli, yang memiliki areal sagu dengan produksi 16 ton tepung sagu per bulan. Kecamata Lolongguba yang merupakan sentra pengolahan dan penghasil sagu yaitu Desa Kubalahin yang mayoritas penduduknya adalah kaum Mualaf yang memeluk agama islam sejak tahun 2009 denganbermata pencaharian sebagai petani kebun dan petani sagu. 


    Dapun permasalahan mitra yaitu, kurangnya pengetahuan tentang inovasi olahan olahan tepung sagu menjadi menjadi produk konsumsi mempuyai varian rasa serta belum meiliki peralatan dan yang memadai untuk mendukung pelaksanaan kegiatan, juga teknik pengolahan, cara berwirausaha serta sistem-sistem pemasaranyang dapat meningkatkan nilai ekonomis. 


    Baca juga: Korban Penganiaaan Masal diketuai Geuchik Binje Nisam Murhaban Terhadap Muhammad Nasir, Istri dan Anak


    Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah memperkenalkan kepada masyarakat tentang keterampilan Inovasi dalam berwirausaha yang berorientasi ke arah pengembangan, pemberdayaan dan peningkatan perekonomian, melalui pemanfaatan Zakat Mualaf terhadap ini untuk mencapai target luaran dengan sasaran pelaksanaan memberdayakan kelompok usaha, mengembangkan keterampilan bisnis dan berwirausaha disamping itu untuk meningkatkan nilai ekonomi melalui pendapaan penjualanhasil olahan Tepung Sagu. Dari inovasi produk Roti Penakuk ini akan dibuat lebel menarik pada kemasan produk dan akan dilakukan promosi dengan memasang iklan spanduk didepan rumah mitra dan juga kelompok usaha.


    Lolongguba is the second largest sago producing sub-district in Buru Regency after Teluk Kayeli Sub-district, which has a sago area with a production of 16 tons of sago flour per month. Lolongguba District, which is the center for processing and producing sago, is Kubalahin Village, the majority of whose population are Muslim converts who have converted to Islam since 2009 and earn their living as gardeners and sago farmers. 


    Baca juga: Gubernur NTT Hadir dalam Acara Penyerahan Reward Peringkat l ABG Kompetisi Internasional Matematika


    The partner's problem is the lack of knowledge about innovations in processing sago flour into a consumer product with various flavors and not having adequate equipment and equipment to support the implementation of activities, as well as processing techniques, entrepreneurship methods and marketing systems that can increase economic value. The aim of community service activities is to introduce the community to innovation skills in entrepreneurship which are oriented towards development, empowerment and improving the economy, through the use of Mualaf Zakat towards this to achieve output targets with the implementation target of empowering business groups, developing business and entrepreneurship skills besides that. to increase economic value through income from sales of processed Sago Flour products. 


    From this Penakuk Roti product innovation, attractive labels will be made on the product packaging and promotions will be carried out by placing banner advertisements in front of partners' houses and also business groups.

     

     

    PENDAHULUAN

    Sagu (Metroxylon) merupakan kmoditas tanaman pangan sumber karbohidrat sangat potensial di Indonesia. Indonesia menmiliki area sagu terluas di dunia, diikuti oleh Papua Nugini. Sagu juga memiliki nilai budaya sebagai salah-satu kearifan lokal dalam masyarakat tradisional yang senantiasa dipertahankan secara turun temurun. Sagu juga memiliki peran dan fungsi sebagai pengatur dan pengikat kelompok masyarakat berdasarkan keragaman budaya dan kearifan lokan yang terbentuk malalui pengalaman yang panjang sehingga tetap terjaga kearifan lokalnya


    Tanaman sagu secara taksonomi masuk ke dalam ordo Spadiciflora, family, falmae, genus, metroxylon spp. Kata metroxylon beraal dari bahasa Yunani, yaitu metro berarti isi batang dan xylon yang berarti xylem (Tenda, 2005). Menurut Bintoro (2014) sagu dari ganus metroxylon dapat digolongkan kedalam dua golongan besar. Prtama, sagu yang berbunga dan berbuah dua kali (Pleomanthic) dengan kandungan Pati rendah, dan yang ke dua, tanaman sagu yang berbunga dan berbuah sekali (Hepaxanhic) yang mempunyai kandungan Pati tinggi sehingga bernilai ekonomi untuk diusahakan.


    Masyarakat asli Maluku sudah mulai menyukai beras sebagai makanan pokok sehingga hutan sagu yang sangat luas, khususnya di pulau Buru luas (7,40 ha) tidak lagi dimanfaatkan optimal untuk ketahanan pangan. Pada umumnya penanganan pascapanen pangan pokok lokal seperti sagu, sabegian masih dilakukan secara tradisional dan sebagian lagi telah menggunakan peralatan ternologi, seperti mesin pemarut.


    Baca juga : Media Patnership Jalin Kerjasama Pada Kegiatan Bidang Publikasi Pendidikan Tingkat SMP Negeri Empat Lawang


    Lolongguba adalah kecamatan penghasil sagu terbesar ke 2 di Kabupaten Buru setelah Kecamatan Teluk Kayeli, yang memiliki luas areal sagu sekitar 7,40 hektar dengan produksi 23 ton tepung sagu di tahun 2023. Lolongguba merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Buru yang memiliki luas wilayah 703,5 km2 yang letaknya berbatasan langsung dengan Kecamatan Waelatandan Kecamatan Waeapo dengan jumlah penduduk 11,960 jiwa yang memiliki enam desa dan termasuk didalamnya adalah desa Kubalahi yang merupakandesapenghasil hutan sagu. Kubalahin merupakan desa di Kecamatan Kubalahin yang merupakan sentra pengolahan dan penghasil sagu terbesarke 2 setelah Desa Kayeli. Masyarakat Desa Kubalahin ini mayoritas penduduknya adalahkaummualafdenganbermata pencaharian sebagai petani sagu karena penyebaran sagu di desa ini masih tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di bandingkan dari desa lainnya.


    Pati sagu diolah menjadi produk makanan lokal tradisional berupa papeda, sagu lempeng, Senoli, Tutupola, Bubur Ne, termaksud Roti Penakuk (Jepa) yang sedang dikembangkan melalui PKM ini, tujuanya untuk memenuhi kebutuhan kelompok keluarga, rumah tangga dan masyarakat luas yang ada di kabupaten buru. Maka untuk melestarikan kearifan lokal dan mengembalikan popularitas pangan lokal tersebut perlu dilakukan diversivikasi produk yang sesuai dengan perkembangan jaman, misalnya pembuatan Mie dari pati sagu, Bagea dan aneka kue dan lain sebagainya (Rasyid Besan, 20223). Potensi unggulan Desa Kubalahindimana terdapat hutan sagu yang tumbuh secara alami atau merupakan perkebunan sagu yang tidak dibudidayakan yang dimanfaatkan oleh masyarakat hanya untuk kegiatan-kegiatan tertentu, seperti pesta adat dan acara ulan tahun kabupaten.


    Pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat (PKM) ini dimaksudkan untuk membantu mitra, yaitu masyarakat Desa Kubalahin dalam mengoptimalkan potensi sumber daya alam berupa tanaman sagu, diolah menjadi tepung, memiliki kandungan karbohidratserta memiliki nilai ekonomis karena sagu menjdi makanan pokok masyarakat asli pulau buru. Berdasarkan hasil pengamatan dan diskusi dengan kelompok Mitra, persoalan prioritas yang disepakati untuk diselesaikan selama pelaksanaan Program Pengabdian Masyarakat (PKM) ini adalah masalah menurunnya pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan pokok, sehingga sekitar 70% sagu tidak dipanen dan dikelolah dengan baik oleh masyarakat atau terbuang secara Cuma-cuma. Hal ini disebabkan karena teknologi pengolahan empulur sagu menjadi pati sagu oleh masyrakat Desa Kubalahin masih sangat kurang, dan sebagian masih menggunakan peralatan secara tradisional sehingga pengolahanya membutuhkan waktu dan energyyang cukup untuk menghasilkan tepung sagu, meskipun hasilyang minim dan belum menjangkau masyarakat luas berupa permintaan pasar.


    Persoalan lainnya adalah dalam pengolahan empulur pohon sagu menghasilkan limbah batang sagu yang seharusnya dapat diolah dengan teknologi sederhana menjadi briket sebagai sumber energy

     

    alternative yang ramah lingkungan bagi masyarakat setempat. Selain itu, untuk meningkatkan nilai ekonomi sagu sebagai bahan pangan lokal, perlu dilakukan upaya menumbuhkan keterampilan dan kreativitas mitra melalui pelatihan, pendampingan untuk membuat berbagai produk olahan makanan dari pati sagu dengan variasi bentuk olahan, rasa dan kandungan gizi sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif usaha dalam meningkatkan pendapatan Mitra. Tujuan kegiatan pengabdian ini adalah (1) Meningkatkan pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan lokal pulau buru dan desa kubalahin pada khususnya, (2) Meningkatkan kualitas pati sagu melalui teknologi pengolahan dengan menggunakan teknologi mesin pemarut yang meksimal, (3) Menumbuhkan kreativitas dan keterampilan mitra melalui Inovasi produk olahan pati sagu dengan cara variasi dan perbaikan bentuk olahan, perbaikan rasa dan kandungan gizi, dan (4) Membantu mitra dalam mengatasi masalah bahan produksi dan penyediaan teknologi pengolahan tepung sagu. Target khusus yang ingin dicapai adalah (1) Mitra terampil dan mampu menerapkan teknologi pengolahan pati sagu secara semi mekanis untuk meningkatkan kualitas pati sagu, (2) Mitra dapat membuat variasi produk olahan makanan berbasis tepung sagu, dan (3) Mitra dapat menguasai teknologi pembuatan briket dari ampas sagu, serta (4) Menciptakan tumbuhnya industry kreatif skala kecil berbasis sumber daya alam local


    Pengabdian kepada masyarakat ini difokuskan pada kegiatan pendampingan dan pelatihan peningkatan keterampilan Berwirausaha berbasis Inovasi melalui kegiatan pembuatan Tepung Sagu yang dikelola menjadi Roti Penakuk sebagai produk makan atau cemila pagi dan sore. Kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan Zakat Mualaf berupa uang tunai untuk membeli bahan-bahan dan peralatan utama dan pendukung dalam proses pembuatan Tepung Sagu sebagai Roti Penakuk. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk menciptakan Interprenuer dan pengembangan wirausaha dalam meningkatkan perekonomian kaum Mualaf serta masyarakat Desa Kubalahin pada umumnya. Sasaran kegiatan pengabdian ini adalah melibatkan kelompok masyarakat yang tergolong Mualaf dan Mitra secara langsung untuk memfokuskan pada pengelolaan potensi lokal desa yang ada berupa tanaman sagu, agar dapat dilakukan Inovasi dalam berbagai jenis makanan yang salah satunya adalah produk makanan sehari-hari yang akan dikemas segbagai usaha/bisnis dalam rangka peningkatan perekonimian. Produk Roti Penakuk dengan kombinasi gula merah, kelapa dan mentega (Amanda) dan campuran kayumani dengan daun pandang memberikan varian baru dengan tampilan kearifan lokalnya, rasa Roti Penakuk (Jepa) menjadi lebih enak dan beraroma.


    Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini untuk mencapai target luaran dengan sasaran pelaksanaan memberdayakan kelompok usaha, mengembangkan keterampilan bisnis dan berwirausaha disamping itu untuk meningkatkan nilai ekonomi melalui pendapaan penjualanhasil olahan Tepung Sagu. Dari inovasi produk Roti Penakuk ini akan dibuatlebel menarik padakemasan produk dan akan dilakukan promosi dengan memasang iklan spanduk didepan rumah mitra dan juga kelompok usaha.


    Konsumsi sagu sebagai makan sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagian masih dikelolah secara tradisional, dan sebagian telah menggunkan teknologi mesin pemarut sehingganberfungsi sangat maksimal. Hasil pengolahan sagu yang potensial ini masih dibuat menjadi sagu lempengan dan belum dilakukan eksplorasi sagu untuk dijadikan berbagai macam makanan olahan, salah satunya adalah Roti Penakuk, juga bias dikembangkan bahan sagu menjadimakanan olahan modern berbahan sagu dengan nilai gizi yang optimal. Produk olahan sagu memilik potensidikembangkan menjadi produk unggulan yang bernilai tambah bagi pendapatan daerah maupun masyarakat itu sendiri. Produk olahan sagu dikenal kaya akan karbohidrat dan sangat sedikit kandungan protei hewani dan komponen mineral lainya, sehingga diperlukan program pengembangan inovasi peningkatan keterampilan dan memacu perekononianmasyarakat menjadi target utama program pengabdian.


    Saat ini perkembangan pengolahan tepung sagu suda mengalami perubahan dan perkembangan dari penggunaan alat produksi tradisional berubah menjadi pengolahan dengan menggunakan mesin produksi yang prosesnya menghasilkan tepung sagu sangat maksimal, meskipu ada kampong tertentu yang tidak bisa dikelola kengan menggunakan mesin pemarut, yakni kampong Malmede Desa Kubalahin (Abd. Rasyid Besan, 2023). Pengolahan tepung sagu di kecamatan lolongguba terdapat pada 3 desa dengan potensi tanaman sagu sangat potensial, baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitasnya, yakni desa kubalahi, desa wabloi dan desa baman. Desa kubalahi dengan luas wilayah tanaman sagu terbesar dengan jumlah tanaman sagu paling banyak, namun pada sisi lain kurangya tenaga kerja yang produktif, sehingga mempengaruhi pada hasil produksi tepung sagu yang tidak parallel dengan jumlah tanaman sagu. Data yang diambi, didapati besaran hasil produksi per bulan

     

    Hanya mencapai 3 Ton, padahal ketersediaan tanaman sagu hamper mencapai 9 ton per bulan bila dikelola secara maksimal dan berkelanjutan.Menurut pengakuan masyarakat, minimnya hasil produksi tepung sagu disebabkan oleh dua hal, 1.Kurangnya motivasi dari masyarakat untuk mengelola secara serius dan berkesinambunagan, 2.Mininya peralatan produksi, seperti mesin pemarut yang maksimal, dan 3.Akses pemasaran untuk meningkatkan nilai produksi yang masih terbatas.


    Pengolahan Tepung sagu apabila sudah menghasilkan produksi yang banyak merupakan peluang bagi petanisagu menjadi salah satu alternatif untuk mengantisipasi hasil produk yang tidak dapat dipasarkan karena mutu rendah atau tidakmemenuhi standar maka dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam hasil olahan, salah satu diantaranya adalah Roti Penakuk (Jepa) sehingga dapat meningkatkan nilai tambah terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat dan kelompok yang bergerak di bidang wirausaha,disamping itu hasil komoditi menjadi tersebut dapat menghasilkan berbagai macam produk dan dapatmenjangkau pemasaran yang luas.


    Mitra Kelompok Pengolahan Tepung Sagu menjadi Roti Penakuk (Jepa) mempunyai peluang yang sangat tinggi, karna memiliki kualitas hasil produksi yang ditargetkan dapat memenuhi standar pasar serta bisa melebihi bidang produksi lainya. Pemberdayaan yang dilakukan untuk pemanfaatan Zakat Mualaf untukmodal awal pengembangan, tujuanya adalah agar para kaum Mualaf yang telah bermigrasi ke agama Islam agar dapat tumbuh kembang pola kehidupanya menjadi lebih baik serta menjadi penguatan dan peningkatan Aqidah karena melalui Zakat sebagai bagian dari penguat ekonomi syariah.

     

    METODE

    Metode Kegiatan

    1. Ceramah

    Metode ceramah digunakan dalam penyampaian materi-materi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip manajerial serta cara pengelolaankeuangan utnuk mengembangkan wirausaha secara berkelanjutan dan jangka panjang.


    2. Praktik

    Metode ini dilakukan dalam bentuk pendampingan dan pelatihan terhadap proses penentuan bahan bakun sampaipada cara-cara teknis pembuatan Roti Penakuk.

     

    HASIL DAN DISKUSI

    Kegiatan program kemitraan masyarakat yaitu, pemanfaatan Zakat Mualaf berbasis inovasi pembuatan tepung sagu menjadi Roti Penakuk (Jepa)sebagai salah satu bahan makan (Cemilan) untuk membantu perekonomian keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga dan masyarakatan desa kubalahin serta masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan banyaknya tanaman sagu yang mengkasilkan tepung dalam jumlah besar, dikelolah dengan sangat mudah karena pengetahuan masyarakat desa tersebut memiliki pengalaman mengenai pengolahan sagu, dari mulai proses penabangan, pengupasan, memarut, hingga menjdi tepung yang siap di olah dan dikembangkan menjadi beragam jenis makanan keseharian.


    Tnaman sagu tanpa budidaya ini tumbuh secara alami dan menyebar pada sekitar hutah pada awasan kecamatan lolongguba desa kubalahin, jumlahnya sangat banyak dan potensial serta kualitas tepung yang layak konsumsi ini dikelolah dengan menggunakan peralatan tradisional dan peralatan teknologi berupa mesin pemarut, namun masih digunakan pada orang-orang tertentu yang mempunyai mesing ecara pribadi. Hsil produksi tepung sagu akan dikelola menjadi jenis makanan yang akan dikonsumsi masyarakat desa kubalahin sebagi cemilan pagi dan sore, juga masyarakat umum berupa pemasaran yang lebih luas. Pembuatan Roti Penakuk (Jepa) menjadi salah satu pilihan Kelompok Usaha Tepung Sagu desa kubalahin ini untuk dikembangkan menjadi salah satu pangan lokal yang popular dengan corak dan ciri khas pulau buru sebagai daerah dengan potensi tanaman sagu terbesar di Maluku. Kegiatan ini melibatkan Kelompok Keluarga yang terdiri dari ibu-ibu rumah tangga yang notebena adalah kaum Mualaf yang memiliki motivasi tinggi serta mempunyai lahan tanaman sagu di desa kubalahin.


    Kelompok pengolahan tepung tersebut berjumlah 8 orang dengan melibatkan anak-anak remaja perempuan untuk saling kerja sama, baik pada prosespelaksanaan kegiatan produksi maupun sosialisasi serta peningkatan akses pemasaran ke pasar Induk Namlea kabupaten buru, serta promosi

     

    Hasil produk berlebel.

    1. Pertemuan dan Sosialisasi

    Program PKM ini disosialisasi ke pemerintah, masyarakat di desa kubalahin dan ke anggota kelompok produksi Roti Penakuk (Jepa) sagu yang merupakan mitra. Tim pelaksana telah memperkenalkan program PKM ke masyarakat sasaran (anggota mitra) dan memberikan gambaran tentang kegiatan yang akan dilaksanakan sehingga kelompokmitra dapat memahami dengan baik agar nantinya dapat berperan aktif dalam semua kegiatan, teruma mengenai cara pembuatan Roti Penakuk (Jepa) sesuai dengan standar serta indikator pembuatanya.Kegiatan pengabdian ini diawali dengan sosialisasi program kepada kelompok Mitra dan diskusi dengan unsur pemerintah untuk kesediaan dan kesiapan serta kerjasama dalam mengembangkan usaha Tepung Sagu dengan proses pengolahanya.


    2. Pemantauan Pengolaha Tepung Sagu Empulur Sagu Menjadi Pati Sagu

    Pada umumnya pengolahan sagu dilakukan oleh masyarakat Desa Kubalahi Kecamatan Lolongguba Kabupaten Buru, dengan lokasi areal hutan sagu yang letaknya tidak jauh dari perkampungan yang jaraknya hanya mencapai 2,140 m dari kampong dengan kondisi geografi dan tofografi cukup menungang, hanya dapat ditempung dengan berjalankaki ke area hutan sagu.


    Proses pengolahan empulur sagudi Desa Kubalahin dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni secara tradisional yang paling banyak menguras tenaga dan waktu dalam proses pengolahan sagu adalah penghancuran empulur batang sagu dan ekstraksi pati sagu. Menurut Hamid Besan (2023), kapasitas kerja rata-rata 3 orang pekerja hanya dapat menokok 6 meter per hari, sehingga diperlukan waktu minimal 3 s/d 4 hari untuk menokok pohon sagu dengan tinggi 22 meter, sebagian besar waktu yang diperlukan untuk pengolahan pati sagu tercurah untuk aktivitas menokok dan mengekstraksi pati sagu.


    Pertama. secara tradisional, penghancuran empulur sagu dilakukan dengan menggunakan tokok (Nane), suatu alat sejenis palu yang prinsip kerjanya merupakan kombinasi gerakan menumbuk (pounding) dan menggaru (scrapping) digunakan untuk memotong jaringanbatang menjadi ukuran kecil sehingga partikel pati mudah terlepas. Sedangkan ekstraksi dilakukan dengan meremasremas hasil tokokan lalu diperas dengan menggunakan penyaring berupa kain. Peningkatan kapasitas pengolahan sagu di tingkat petani tentu saja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki teknik yang digunakan pada semua tahapan, terutama pada tahapan penghancuran empulur karena tahapan inilah yang paling banyak membutuhkan tenaga kerja.


    Kedua. dengan menggunakan mesin pemarut, mereka yang bekerja lebih cepat dan epektif dengan menggunakan mesin pemarut dengan kapasitas kerja rata-rata menyelesaikan kurang-lebih 2 pohon per hari atau sekitar 30 meter utnuk pohon sagu yang memiliki ketinggian 15 meter.Biasanya dengan menggunakan mesin pemarut sagu dapat menghasilkan Tepung Sagu sebesar 30 karung dalam waktu seminggu atau sekitar 2 ton per minggu.melalui kegiatan pengabdian ini petani juga diberikan pelatihan teknologi pengolahan empulur sagu menjadi pati sagu secara mekanis.

     

    3. Pengadaan AlatPengolahan Tepung Sagu sebagai Roti Penakuk (Jepa)

    Pengadaan alat pengolahan tepung sagu untuk mendukung proses pelaksanaan kegiatan sesuai kebutuhan, sasaran dan target pencapaian. Tanpa peralatan yang lengkap akan berpengaruh pada epektifitas produksi Roti Penakuk (Jepa).


    4. Pelatihan dan Pendampingan Pembuatan Roti Penakuk (Jepa)

    Peran Mitra dalam kegiatan ini adalah membantu dalam mempersiapkan tepung sagu yang telah disiapkan oleh Tim PKM sebagai bahan bakupembuatanRoti Penakuk (Jepa) dengan bahan lainya seperti kelapan, dan kenari, serta mengikuti pendampinagan, pelatihan dan pemgarahan dari awal hingga akhir. Pembuatan Roti Penakuk (Jepa) ini diawali dengan proses penghalusan tepung sagu, kemudian dkeringkan sampai beberapa menit agar tepung menjadi lembut dan.


    Tahapan selanjutnya adalah pembuatan adonan Roti Penakuk (Jepa) yang terdiri dari campuran tepung sagu, kelapa muda keras dan ditambahkan 2 liter air, 1 sendok garam dan kelapa yang telah diparut,kemudian campur sampai kenyal hingga menjadi adonan lalu dipanaskan (Goreng) selama kurang lebih 1,25 menit. Setelah dicetak, Roti Penakukdiberi isi (Unti) dari gula areng dan kenari untuk menambah varian rasa.

     

    Kualitas Roti Penakuk (Jepa) juga dipengaruhi oleh konsentrasi larutan tepung sagu yang berimbang dengan campuran kelapa, garam dan gula yang digunakan. Menurut Wia Besan (2023), jika tepung sagu melebihi standar, maka pati bersifat kering, kurang lekat, dan mudah menyerap air (higroskopis). Namun, ketika adonan diaduk sampai benar-benar kenyal dan keseimbangan antara bahan-bahan baku yang digunakan, maka akan mencapai kualitas yang sempurna.

     

    KESIMPULAN

    Kegiatan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan dapat menambah pengetahuan warga tentang memanfaatkan limbah sagu menjadi media tumbuh jamur tiram dan pengetahuan teknologi budidaya jamur tiram, pengolahan hasil sampai cara pemasarannya.Mitra telah terampil dalam menerapkan teknologi pengolahan pati sagu secara semi mekanis menggunakan mesin parut sagu sehingga meningkatkan kuantitas dan kualitas pati sagu. Mitra juga telah mampu membuat olahan Roti Penakuk (Jepa) berbasis wirausaha dalam rangka penngkatan perekonomian masyarakat dan keompo usaha. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan lokal Kabupaten Buru untuk mendukung program ketahanan pangan nasional berbasis potensi lokal.

     

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWAT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya, saya dapat melaksanakan program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dengan baik dan lancer. Oleh karna itu, saya mengucapan terim akasih kepada :


    1. Kementerian Pendididkan, dan Kebudayaab, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) pengelola program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) sebagai penyelenggara program PKM


    2. Universitas Iqra Buru (UNIQBU) sebagai lembaga Perguruan Tinggi yang telah menyediakan akses kepada penulis dalamproses pelaksanaan PKM.


    3. LPPM Universitas Iqra Buru yang telah membentu saya dalam menyediakan aksen dan informasi sehingga proses PKM berjalan lancer sesuai target dan rencana.


    4. Kelompok Mitra PKM sebagai sasaran proses pelaksanaan program PKM yang ikut andil mengsukseskan program tersebut dengan baik dan maksimal.


    5. Kepada semua pihak yang turut membantu saya dalam penyelesaian program kegian PKM.

     

    REFERENSI

    Adawiyah, R & Dirgontoro, M,A. (2009) Karakteristik Produksi dan Pendapatan Pengolahan Sagu (Metroxylon) pada Agroekologi Tanaman Sagu yang berdeda di Kota Kendari. Penelitian Agronomi 7(2):130-138.

    Bintoro,MH. 2010. Sagu dilaha Gambut. IPB Press. 168 hal

    Bantacut, T. (2011). Sagu: Sumberdaya untuk Penganekaragaman Pangan Pokok.Pangan 20(1) 27-40.

    Direktirat Jendral Perkebunan. (2017). Statistik Perkebunan Indonesia2016-2018: Sagu. Jakarta Sekretariat Direktorat JendralPerkebunan

    Susanto, A.N. 2006. Potensi dan Perhitungan Luas Lahan Sagu untuk Perencanaan Ketahanan Pangan Spesifik Lokasi di Provinsi Maluku. Prosiding Lokakarya Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku, Ambon

    Tenda, 2005. Diversity of Sago palm in Indonesia and conservation strategy. Paper presented in The Eight International Sago Symposium, Jayapura Papua, 4 – 6 Agustus 2005.

     

      

    Komentar

    Tampilkan