-->
  • Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kominfo Nisel


    Dinkes Kab Nisel

    Sports

     

    Pembelajaran Berdeferensiasi Atau Berdiskriminasi (Renungan Dari Kurikulum Merdeka)

    Metronewstv.co.id
    Wednesday, August 23, 2023, 19:25 WIB Last Updated 2023-08-23T12:25:07Z


    Pemalang
    , - Jalannya proses pembelajaran dalam satuan pendidikan tidak lepas dari penerapan kurikulum yang berlaku di negara tersebut. Kurikulum merupakan seperangkat instrumen dan aturan dalam melaksanakan suatu pembelajaran yang dapat mengubah murid di rumah atau di masyarakat dalam mencapai tujuan pendidikan nasional, hal tersebut disampaikan Supriyono, S.Pd. M.Pd selaku Pengawas Sekolah Dindikbud Kabupaten Pemalang, Rabu (23/08/2023). 


    Dalam keterngan tambahannya Supriyono menyampaikan bahwa "Kurikulum dalam pandangan progresivisme adalah suatu proses pembelajaran yang bersifat eksperimental, memiliki rencana serta susunan yang teratur" (Noviyanti, 2019).


     Kurikulum merdeka yang berlaku sejak tahun 2021 yang lalu, digagas oleh Menteri Pendidikan Indonesia Nadiem Makarim mengadopsi konsep merdeka belajar yang di prakarsai oleh Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara. Dalam implemetasi kurikulum merdeka, kemerdekaan murid adalah memberikan kesempatan bagi setiap murid untuk mengembangkan pengetahuan, potensi, minat dan bakatnya. Dimana guru bukan hanya sebagai pentransfer ilmu tetapi juga sebagai fasilitator untuk menerima dan memberi, serta memfasilitasi perkembangan potensi murid (Mutmainnah, 2020). 


    Selain itu, terjadi perubahan sistem pembelajaran dan pemangkasan mata pelajaran di sekolah agar tidak terlalu padat, dan memadukan kegiatan intrakurikuler dan kegiatan projek yang bertujuan agar murid menikmati proses pembelajaran dengan melatih sikap, pemikiran dan keterampilannya. Sehingga, prinsip pembelajaran ini sesuai dengan aliran progresivisme John Dewey.  Konsep merdeka belajar dalam penerapan kurikulum merdeka lebih menitikberatkan kepada kemampuan dan potensi murid dalam membangun serta mengembangkan pemikirannya. Sedangkan, peran seorang pendidik adalah penuntun, pembimbing, dan fasilitator dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut, ujar Supriyono. 


     Oleh karena itu, perlu adanya perubahan mindsetnya dari paradigma guru mengajar (behavioristik) menjadi paradigma siswa belajar (konstruktivistik). Peran seorang guru sebagai fasilitator bagi murid untuk memberikan dorong mengeksplorasi dunia mereka, merenung, menemukan pengetahuan, dan berpikir secara kritis, bukan sekedar menyampaikan informasi. Guru membangun (to construct) pemikiran dan pemahaman murid sehingga sejalan dengan pandangan konstruktivisme. Dalam pandangan Jurnal Filsafat Indonesia,  progresivisme proses menuntun pembelajaran yang berpusat pada murid (student center learning) dapat dilakukan oleh seorang murid dengan melakukan usaha-usaha mandiri dalam meningkatkan kreativitasnya sesuai bidang yang ditekuni atau diminati, sedangkan pendidik sebagai falitator dan membimbing usaha dan proses belajar murid tersebu (Ibrahim, 2018). 


    Murid dalam kedudukan progresivisme dituntut agar dapat mengupayakan atau berusaha secara mandiri dalam mengembangkan kreativitasnya dalam berbagai bidang sesuai dengan minatnya.

     

    Hal ini tentu dengan melihat keadaan dan pengalaman yang ada dalam kehidupan sekitar sebagai bagian dari proses terbentuknya pengetahuan kebudayaan yang mempengaruhi perkembangan murid (Salu, 2016). 


    Proses pembelajaran progresivisme yang berpusat pada murid, menentang sistem pembelajaran lama diantaranya adanya guru yang otoriter, pembelajaran berdasarkan buku teks, pembelajaran pasis dengan cara mengingat, terisolasinya pendidikan dari kehidupan nyata, dan rasa takut serta hukuman. Oleh karena itu, progresivisme tidak mengakomodir kemutlakan hidup, menolak absolutisme dan otoritarianisme dalam segala bentuk. Kreativitas hanya dapat dicapai oleh murid jika diberikan ruang dan kesempatan untuk mengembangkan kemandirian dan potensi yang ada pada dirinya sendiri, yang dapat dilakukan dengan cara-cara memberi kesempatan murid untuk belajar perorangan/ kelompok; memberikan kesempatan murid untuk belajar melalui pengalaman; memberi motivasi; mengikutsertakan murid di dalam setiap aspek kegiatan yang merupakan kebutuhan pokok anak; dan menyadarkan murid bahwa hidup itu dinamis (Jalaluddin, 2012). 


    Salah satu pembelajaran yang mengakomodir kreativitas murid adalah dengan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran Berdiferensiasi Salah satu strategi pembelajaran yang sesuai dengan progresivisme adalah pembelajaran berdiferensiasi, dengan memberikan kebebasan dan kesempatan murid untuk mengembangkan nilai dan potensi yang ada pada dirinya. Pembelajaran berdiferensiasi merupakan suatu usaha atau proses untuk menyesuaikan sistem pembelajaran di kelas dengan kebutuhan belajar dan kemampuan setiap murid yang berbeda-beda. Dalam prinsip pembelajaran diferensiasi setiap murid memiliki keunikan dan kemampuannya, serta cara yang berbeda-berbeda dalam memahami suatu ilmu atau materi pelajaran. 


    Jadi, Pembelajaran berdiferensiasi merupakan serangkaian kegiatan berupa keputusan yang sesuai akal pikiran (common sense) yang disusun oleh guru dalam rangka melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid, dan berorientasi pada kebutuhan belajar murid. Keputusan tersebut berkaitan dengan hal-hal berikut yaitu: cara menciptakan lingkungan berlajar murid, mendefinisikan tujuan pembelajaran, proses penilaian berkelanjutan sehingga tercipta kelas efektif. 


    Pembelajaran berdiferensiasi itu bukanlah guru yang mengajar 32 murid dengan 32 cara berbeda, atau guru yang memberikan banyak soal untuk murid yang lebih cepat dibandingkan yang lain. Bukan pula guru yang mengelompokkan murid yang pemahaman kurang dengan kurang dan yang pintar dengan yang pintar, atau guru yang memberikan perbedaan tugas bagi setiap murid yang ada di kelas, sehingga proses pembelajaran menjadi semrawut (chaotic). Jika ini yang terjadi maka pembeklajaran berdeferensiasi dapat mengarah atau berubah menjadi pembelajaran yang diskriminatif. Diskriminasi adalah suatu perbuatan, praktik atau kebijakan yang memperlakukan seseorang atau kelompok secara berbeda dan tidak adil atas dasar karakteristik dari seseorang atau kelompok itu). 


    Sedangkan jika memahami benar konsep pembelajaran berdiferensiasi dan implementasinyaa  bahwa diferensiasi itu perbedaan murid ( perbedaan gaya belajar, perbedaan kemampuan dll). sedangkan yg terjadi adalah membeda_bedakan murid.. alias diskirimansi..materi siswa dibedakan kelompok terang terangan dibedakan.. perlakuan di bedakan.. jadinyaa saya sebut.. pembelajaran yg terjadi adalah pembelajaran diskriminasi..akibat tidak paham benar konsepnya.


    Bukanlah guru yang harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus pada suatu Elemen dalam Pembelajaran Lingkungan belajar asesmen dan evaluasi strategi pembelaiaran. 


    Desain pembelajaran respon berdiferensiasi dimana guru harus berlari dan sekaligus bersamaan membantu murid A, B atau C. Jadi, Pembelajaran berdiferensiasi tidak mempersulit guru dan murid, melainkan mempermudah guru dan murid dalam melaksanakan proses belajar dan mengajar (Tomlinson, 2000). 


    Langkah awal untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi adalah memetakan kebutuhan belajar murid. Kebutuhan belajar murid tersebut dapat dikatergorikan menjadi tiga aspek, yaitu: kesiapan belajar, profil belajar, serta minat dan bakat bukit (Tomlinson, 2001). Kesiapan belajar (readiness) merupakan kapasitas dan kemampuan murid untuk mempelajari dan memahami materi baru. Dengan kesiapan belajar, guru berusaha mengajak murid untuk mengikuti proses pembelajaran yang keluar dari zona nyaman,tetapi dengan dukungan lingkungan belajar yang benar dan fasilitas yang memadai agar murid dapat menguasai suatu materi baru. 


     Kebutuhan belajar sesuai minat dan bakat murid salah satu tujuannya adalah meningkatkan motivasi belajar, dimana murid memiliki minat dan bakat berbeda-benda misalnya di bidang seni, olahraga, matematika atau sains. Selanjutnya, pemetaan kebutuhan belajar dari aspek profil belajar murid memiliki tujuan sebagai upaya memberikan kesempatan kepada murid untuk dapat belajar secara aktif, efesien, dan natural. Faktor yang mempengaruhi pembelajaran seseorang antara lain: lingkungan, budaya, visual, auditori, dan kinestetik. Oleh karena itu, pentingnya guru memvariasikan strategi dan metode pembelajaran. Dalam pespektif progresivisme, pendidikan itu sesuai dengan perkembangan zaman dan berorientasi pada murid, maka salah satu strateginya dengan pembelajaran berdiferensiasi. Pembelajaran berdiferensiasi dapat dilaksanakan dengan 4 cara (Tomlinson, 2000) diantaranya: 


    1) Konten/isi, yang berkaitan dengan kurikulum dan materi apa yang dipelajari oleh murid. Contoh diferensiasi konten dapat laksanakan seperti beberapa kegiatan berikut ini. 


    -(a) Menyediakan bahan bacaan/literatur pada berbagai tingkat keterbacaan. 


    -(b) Menyediakan beragam bahan ajar yang disajikan melalui modul, kaset, video atau praktek. -(c) Menggunakan tabel kosakata untuk mengetahui tingkat kesiapan murid. 


    -(d) Mempresentasikan ide secara audio,visual ataupun dua-duanya. 


    -(e) Menggunakan teman bacaan. 


    -(f) Menggunakan kelompok kecil atau tutor sebaya. 


    2) Proses, merupakan cara murid dalam mengolah informasi dan ide. Contoh kegiatanya antara lain sebagai berikut. 


    -(a) Menggunakan kegiatan berjenjang dengan berbagai tingkat tantangan, dukungan, dan kompleksitas.


    -(b) Menggali potensi murid dengan menyediakan pusat minat dan bakat. 


    -(c) Menyusun agenda pribadi atau daftar tugas yang harus diselesaikan selama waktu yang ditentukan oleh guru. 


    -(d) Memberikan dukungan secara langsung bagi murid yang membutuhkan 


    -(e) Memfasilitasi ketersediaan waktu dalam menyelesaikan tugas.


    3) Produk, merupakan interpretasi terhadap apa yang telah diperoleh/dipelajari oleh murid. Contoh kegiatan dapat berupa berikut ini.  


    -(a) Memberi murid pilihan cara mengekspresikan kebutuhan pembelajaran atau mempresentasikan hasil belajarnya misal dalam tulisan, gambar, video ataupun narasi. -(b) Menggunakan rubrik/standar penilaian yang cocok dan memperluas keberagaman tingkat keterampilan murid. 


    4) Lingkungan belajar, merupakan keadaan, perasaan dan cara murid bekerja dalam pembelajaran. Contoh kegiatan ini antara lain sebagai berikut. 


    -(a) Adanya ruangan atau lingkungan dimana murid dapat berkolaborasi. 


    -(b) Menyediakan materi yang melukiskan apsek sosial dan budaya yang terlihat nyata. 


    -(c) Membantu memfasilitasi murid yang suka bergerak dengan murid yang suka duduk tenang. 


    -(d) Mengembangkan rutinitas atau kebiasaan yang memungkinkan murid mendapatkan bantuan ketika pendidik atau guru sibuk dengan murid lain. 


    Adapun tujuan Pembelajaran Berdiferensiasi antara lain sebagai berikut. 


    a. Membantu proses belajar bagi semua murid. Guru bisa merefleksi dan meningkatkan kesadaran terhadap kemampuan murid sehingga seluruh murid dapat mencapai tujuan pembelajaran. 


    b. Motivasi dan hasil belajar murid dapat meningkat karena guru memahami dan memberikan bimbingan berdasarkan tingkat kesulitan materi dan murid memperoleh hasil belajar yang sesuai dengan kemampuan dan tingkat kesulitan materi tersebut. 


    c. Terjalinya hubungan yang selaras dan harmonis antara pendidik dan murid. Relasi antara guru dan murid menjadi meningkat dan kuat dengan pembelajaran berdiferensiasi ini, sehingga murid menjadi semangat dalam pembelajaran. d. Membantu murid untuk lebih percaya diri dan mandiri. 


    e. Menggali potensi dan kemampuan murid (Marlina, 2019). Pungkas Supriyono.


    Penulis: Eko B Art

    Editor: Admin 

    Komentar

    Tampilkan