-->
  • Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kominfo Nisel


    Dinkes Kab Nisel

    Sports

     

    Pencegahan Dini Fanatisme Berlebihan Pada Pesta Demokrasi

    Metronewstv.co.id
    Saturday, June 3, 2023, 13:19 WIB Last Updated 2023-06-03T06:49:59Z

    Joharmiko Siregar (kiri/Penulis) saat dijumpai bersama dengan Anggota Bawaslu RI Periode 2017 - 2022, Fritz Edward Siregar, pada kegiatan Rakor Bawaslu Provinsi Sumatera Utara
    Sumut, - Fanatisme, secara harafiah arti fanatisme adalah keyakinan (Kepercayaan) yang terlalu  kuat terhadap sebuah ajaran (KBBI). 


    Dalam konteks Pemilu, Fanatisme seperti ini biasanya meletakkan kepercayaan yang berlebihan terhadap figure, kelompok, partai dan lain sebagainya, atau kepada sebuah kesepakan yang seolah-olah menjadi sacral yang mesti diikuti bagaimanapun situasinya. 


    Paling parah ketika oleh oknum-oknum tertentu mencoba mengeksploitasi fanatisme Agama (Iman Dan Keyakinan), Suku maupun Ras Antar Golongan. 


    Ketika kondisi itu yang terjadi maka efeknya akan sangat terasa hingga Pemilu usai, bahkan bertahun-tahun setelah selesainya pesta demokrasi antar warga bisa saja tetap terbelah. 


    Kita ambil contoh pada Pemilu 2019 ketika isu Sara begitu kuatnya menghantam jagat media kita, Terlihat jelas bagaimana justru bukan rivalitas antar Calon (pasangan calon) atau antar Partai yang menjadi isu utama. 


    Baca juga : Satres Narkoba Polres Nias Berhasil Meringkus ED PNS Nias Barat, Pelaku Tindak Pindana Narkotika


    Malah, ajaran-ajaran agama itulah justru dipertentangkan yang diikuti dengan munculnya fanatisme para pengikut dan penganutnya, Ditambah lagi dengan politik identitas Suku, RAS dan antar golongan yang muncul dari daerah-daerah yang berbasis adat budaya dan tradisinya masih kuat, ketika secara bersamaan dibenturkan dengan isu agama maka kompleksitasnya semakin lengkap untuk melahirkan dendam antar kelompok pemilih hingga pasca Pemilu. 


    Bagi pemilih cerdas situasi yang tergambar diatas tidak lagi menjadi soal yang rumit, namun sangat tidak mudah bagi kaum awam dan pemilih pemula untuk menentukan sikap. 


    Ditengah situasi destruktif seperti ini tentu sangat sulit menerima perbedaan, yang berimbas pada penolakan terhadap upaya persatuan dan kesatuan. 


    Efek lebih jauh bagi para pemilih yang tergolong cerdas akan memilih untuk tidak memilih berpihak kesalah satu yang pada akhirnya meningkatkan angka Golput.


    Lantas apakah yang bias kita lakukan sebagai bahan evaluasi dari situasi politik pemilu yang lalu.? 


    Utamanya adalah keterlibatan semua pihak untuk melahirkan kesadaran bersama bahwa hajatan demokrasi hanya bersifat temporer bertujuan mulia untuk memilih pelayan  masyarakat, motor penggerak pembangunan.


    Secara teknis komitmen ini dimulai dari para pemangku kepentingan, Partai Politik, Pemerintah, Penyelenggara Pemilu, Legislatif, Yudikatif dan tokoh-tokoh maupun pemimpin lembaga-lembaga khususnya lembaga yang berbasis massa hingga seluruh komponen masyarakat. 


    Dengan didukung oleh komitmen bersama, maka semua pihak akan benar-benar bisa bekerja sesuai bidang tanggungjawabnya dengan tanpa ragu-ragu. 


    Selanjutnya Penegakan hukum terhadap pelanggar menjadi salah satu kunci penentu, dimana setiap pelanggar akan mendapat sanksi yang berat sesuai aturan yang berlaku.


    Dalam perjalanan sejarah bangsa kita memang cukup banyak konflik yang lahir dari fanatisme, misalnya konflik di Poso, Ambon, Aceh dan lainnya. 


    Akan tetapi semua bisa kita lalui dengan baik sehingga NKRI sampai hari ini masih bertahan mengiringi perjalanan bangsa kita yang Bhineka Tungga Ika. Kenapa bisa bertahan.? 


    Karena kita memiliki instrument pemersatu yang cukup kuat yakni Ideologi Bangsa, PANCASILA, yang secara terus menerus dan berkesinambungan dijalankan dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 


    Diajarkan dan diamalkan oleh seluruh elemen bangsa, Demikian halnya dalam proses demokrasi, selain upaya jangka pendek yang telah dibahas diatas, secara konsisten kita juga mesti menjalankan upaya jangka panjang untuk mencegah upaya dini terhadap panatisme melalui proses kaderisasi di lembaga-lembaga kepartaian. 


    Secara regulasi Legislatif dan kepala Negara selayaknya menerbitkan aturan yang mengharuskan Partai Politik menjalankan kaderisasi yang terukur terkait upaya pencegahan dini lahirnya fanatisme sempit dalam proses demokrasi. 


    Sehingga kedepan kita tidak lagi disuguhkan dengan konflikkonflik SARA yang coba dibangkitkan oleh oknum-oknum tertentu untuk kepentingan sendiri maupun kelompok.


    Penulis : Joharmiko Safril Siregar, SE

    Komentar

    Tampilkan