-->
  • Jelajahi

    Copyright © Metronewstv.co.id
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Kominfo Nisel


    Dinkes Kab Nisel

    Sports

    Berkarya sebagai Pendidik; Sebuah Karya Sakramental

    Metronewstv.co.id
    Tuesday, May 2, 2023, 17:09 WIB Last Updated 2023-05-27T09:08:27Z

     


    Oleh: Patricia D.B Masau (Guru SMP Negeri Satap Baunakan, Kabupaten Malaka, NTT)

    OPINI - Bekerja untuk menghasilkan buah, merupakan agenda yang amat ruwet. Ia membutuhkan kerelaan dan ketulusan. Ia harus lahir dari kesadaran batin yang paling dalam. Buah yang baik keluar dari hasil kerja yang baik. Buah yang bermanfaat dan menghasilkan buah-buah selanjutnya, harus keluar dari tahan yang dirawat secara tepat dan dengan segala potensi yang ada pada orang yang merawat. Demikian pula, generasi yang baik dan bermanfaat bagi peradaban bangsa, harus lahir dan dibentuk dengan cinta dan ketulusan. Seorang pendidik bertanggung jawab secara serius terhadap generasi bangsa. Pendidik yang melakukan karya dengan hati, berdisiplin serta setai dalam panggilan dalam rangka menanamkan nilai-nilai yang baik, akan menciptakan generasi yang unggul dan berkrakter baik. Sebab, pendidik melaksanakan karya yang sangat sakramental. 











    Berkarya sebagai Pendidik sebuah tanggung jawab Merawat Peradaban

    Pendidik adalah mereka yang mengemban tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu, semua orang bertanggung jawab bagi generasi selanjutnya. Namun, pendidik diberi tugas kusus untuk membimbing, mengajar dan menata generasi bangsa. Dengan demikian, pendidiklah secara khusus yang merawat rahim peradaban disamping keluarga dan lingkungan. Dengan berikir demikian, tidak bermaksud mengabaikan peran “yang lain” yang juga memiliki peranan penting dalam rangka merawat peradaban yang cemerlang.  

    Jika diteliskik lebih jauh, empat pilar pendidikan menegaskan tugas dan tanggung jawab pendidik yang sangat rumit, namun mulia. Learning to know yaitu belajar untuk mengetahui, tujuan pembelajaran adalah memahami proses, sehingga pembelajaran dapat membimbing peserta didik untuk mengenal dan memahami apa yang telah mereka pelajari. Learning to do yaitu Belajar berbuat;  yakni tujuan belajar adalah proses berbuat, atau dengan kata lain proses melakukan. 

    Selanjutnya, Learning to live together artinya belajar untuk hidup bersama; yakni yang menjadi target dalam belajar adalah peserta didik memiliki kemampuan untuk hidup bersama atau mampu berkelompok/bersosial. Learning to be artinya belajar untuk menjadi; yang menjadi target dalam belajar adalah mengantarkan peserta didik menjadi individu yang utuh sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan kemampuannya.

    Empat pilar pendidikan diatas, memberi kesadaran pada pendidik bahwa tidak mudah mengemban tanggung jawab yang penting ini. Sebab, aspek efek belajar dan proses pendidikan yang matang menciptakan antara lain: (1) peningkatan pengetahuan; (2) peningkatan keterampilan; (3) perubahan sikap; (4) perilaku; (5) kemampuan beradaptasi; (6) peningkatan integrasi; (7) Meningkatkan partisipasi (8) Meningkatkan interaksi budaya. Keberhasilan guru dan siswa dalam belajar tergantung pada keefektifannya. 

    Uraian diatas memberi pesan bahwa pendidik profesional memiliki tugas utama yakni mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Dengan demikain, kompetensi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi pedagogik merupakan kemampuan soerang guru dalam pengelolaan peserta didik, pendidik harus memahami karakteristik atau kemampuan peserta didik, dan merancang pembelajaran yang berdaya guna. Dengan demikian, Berkarya sebagai Pendidik sebuah tanggung jawab Merawat Peradaban.

    Karya pendidik, sebuah karya sakramental

    “Ketahuilah, saat anda menyapa anak-anak yang dipercayakan kepada Anda untuk anda didik atau saat anda memeriksa ulangan para siswa di malam yang sunyi dan pekat, anda tengah menjadi seorang imam. Semua karya anda sebagai pendidik adalah karya sakramental”

    Kalimat diatas diucapkan oleh Joas Adiprasetya, seorang Teolog Indonesia berpengaruh abad ini. Ia menegaskan bahwa setiap karya dalam hidup kita sehari-hari adalah karya yang mulia. Oleh sebabnya, setiap karya adalah karya sakramental. Dengan berkata demikian dan mengutip gagasan Pendeta Joas diatas, tidak hendak mengabaikan peran rohaniawan gereja sebagai imam yang melaksanakan ritual-ritual sakramental. Tetapi, maksud diatas merujuk pada karya-karya keseharian seorang pendidik. Seorang pendidik memiliki tanggung jawab untuk merawat rahim peradaban, mengubah wajah dunia melalui  generasi yang ia didik. Karena itu, seorang pendidik memiliki peran yang sangat spiritual-sakramental.

    Sepanjang pengalaman sebagai seorang pendidik, saya mengamati bahwa kerap kali seorang pendidik terbelenggu oleh rutinitas yang sangat formalistik. Pendidik kemudian dipahami sebagai sebuah profesi atau pekerjaan biasa . Kerap kali, kata yang demikian keluar dari mulut seorang pendidik; “Yang penting kerja, jalankan tanggung jawab dan tetap mengajar sesuai jam pelajaran. Siswa mengerti atau tidak, malas atau rajian, bukan urusan saya. Yang penting setiap bulan saya terima gaji”. 

    Kalimat seperti diatas, kerap kali keluar dari seorang pendidik yang sesungguhnya terpanggil untuk mengabdi kepada bangsa dan negera dalam rangka mencerdaskan generasi bangsa. Status sebagai pendidik kemudian disalah pahami sebagai pekerjaan untuk menghasilkan uang dan bukan sebuah panggilan pelayanan. Memang, setiap manusia harus realistis. Bagaimanapun, setiap orang membutuhkan uang (gaji) untuk menunjang pelayanan sebagai pendidik. Segala sesuatu membutuhkan biaya dan karena itu, tidak dapat disangkal bahwa uang kemudian menjadi sangat penting dalam kelancaran segala pelayanan. Namun, harus ada kesadaran yang lebih penting bahwa uang adalah faktor penunjang pelayanan. 

    Selain itu, masalah yang lain muncul dalam kalangan pendidik yang hidup dalam kecukupan. Kerap kali, keseriusan dalam mendidik dan mengabdikan diri sebagai perawat generasi bangsa dipahami secara dangkal. Banyak pendidik yang memiliki kecukupan biaya, namun tidak sungguh-sungguh dalam melayani sebagai pendidik. Hal ini disebabkan karena, tanggung jawab sebagai pendidik dipahami sebagai pekerjaan semata-mata. Karena itu, ia hanya bekerja berdasarkan jadwal kerja yang diatur. Dengan demikian, ia memenuhi tanggung jawab sebagai pendidik (yang penting datang mengajar). Tugas sebagai pendidik menjadi sangat formalistik dan hanya memenuhi tugas-tugas yang telah diatur tanpa memberi perhatian yang penuh pada proses pembelajaran dan pertumbuhan pengetahuan peserta didik. 

    Persoalan sebagaimana saya uraikan diatas, memang tidak bermaksud menggeneralisis semua pendidik. Namun, jika diamati lebih dalam, kita akan menemukan persoalan yang demikian. Tanggung jawab sebagai pendidik sekali lagi tidak dipahami oleh semua pendidik sebagai tanggung jawab pelayanan, melainkan pekerjaan untuk menghasilkan upah semata. Dengan demikian, ia berdampak pada ketulusan dan keseriusan untuk menciptakan generasi bangsa. 

    Menjadi pendidik yang benar-benar pendidik adalah tugas yang tidak mudah. Ia membutuhkan kesadaran yang mendalam akan panggilannya. Menjadi pendidik merupakan tugas berat sekaligus, menggugah nurani. Kendati demikian, bukan tidak mungkin bagi seorang pendidik untuk menjadi pendidik yang melayani dengan hati, mendidik dengan segenap keterbatasan dan berkarya dengan segenap potensi yang dimiliki. 

    Tugas seorang pendidik adalah tugas yang mulia. Tuhan memakai Tangan, mata, mulut, telinga dan hati seorang pendidik untuk mengubah dunia. Tangan seorang pendidik dipakai Tuhan untuk menuliskan sejarah peradaban. Tuhan memakai mata pendidik untuk untuk melihat mimpi generasi yang dipercayakan kepadanya. Tuhan merawat pikirannya untuk merawat anak-anak yang ia didik. Tuhan memakai hatinya, untuk merasakan kebutuhan anak-anak yang diasuhnya. 

    Tugas sebagai seorang pendidik adalah sebuah amanat agung, sebuah panggilan kedalam karya sakramental. Oleh sebabnya, seorang pendidik harus berkarya dengan hati yang tulus dan sungguh. Ia harus menemukan panggilan hidup sebagai pendidik. Ketika, seorang pendidik menyadari profesinya sebagai sebuah panggilan pelayanan, maka ia akan melakukannya dengan penuh kerelaan, penuh pengabdian dan tanggung jawab, serta berupaya sebisa mungkin untuk mengukir karya yang bermakna.

    Selamat hari Pendidikan Nasional bagi seluruh sahabat pendidik. 

    Komentar

    Tampilkan